Friday 24 April 2020

CARA MENUMBUHKAN EMPATI PADA ANAK SAAT PANDEMI

Disaat pandemic covid 19 yang tengah mendera hampir seluruh negara di dunia, sikap empati antar sesama manusia kian dipertanyakan. Panic buying, nimbun masker & sanitizer, sampai himbauan untuk #stayathome masih sering diabaikan. Himbauan untuk wajib bermasker pun gak diindahkan. Masih banyak para penjual makanan jualin makan sambil nerocos ngomong tanpa difilter pakai masker apapun. Nah kalau makanannya kecipratan air liur apa gak sedih yang beli. 


Miris banget ya liat situasi kayak gini. Warga yang susah untuk disiplin dan berempati merupakan salah satu cerminan/bukti kegagalan orang tua untuk mengonternalisasi sikap empati ke anak-anaknya.  Kenapa sih empati sangat diperlukan pada situasi kayak gini? gimana cara kita menanamkan empati ke anak sejak dini?




Jadi pada dasarnya anak terlahir dengan bawaan empati pada dirinya. Orang tua hanya perlu menyambungkannya dan bagaimana agar sikap empati ini dapat bekerja. Pernah lihat kan saat bayi menangis ketika melihat bayi lain sedang menangis? atau saat si ibu sedang bersedih maka si bayi juga akan merasakan itu dengan menunjukan perilaku yang mudah rewel dan menangis.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan orang tua untuk membuat empati ini bekerja antara lain adalah:



1. Ortu harus bisa merefleksikan empati terlebih dahulu kepada dirinya

Sebelum mengajarkan empati ke anak, eits coba refleksikan dulu seberapa empati kah kita sebagai orang tua. Fahami apa empati bagiku? Seberapa sering menghakimi diri sendiri dan orang lain? Bagaimana menyampaikan sikap empati dengan gaya bahasa yang baik?

Jika ortu dapat merefleksikan dengan baik, maka diharapkan hal tersebut dapat terinternalisasi ke diri orang tua yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Selalu diingat jika orang tua adalah role model yang secara kuat tingkah lakunya akan diikuti oleh anak. So, biasakan merefleksi diri sebelum mengajarkan hal ke anak yah parents :)

2.Belajar memahami orang lain

Latih anak untuk belajar memahami orang lain terutama disaat bermain dengan teman. Biasanya anak kecil akan suka berebut mainan dengan teman atau adeknya. Saat si anak berebut mainan dengan adik/teman bermain, sebaiknya jangan serta merta meminta anak untuk mengalah & menuntut si anak untuk meminjamkan. Bagaimana kalau diganti dengan kata " o..adek juga pengen maen itu kak. Nanti maennya gantian ya" "Tadi siapa duluan yang main? mainnya bareng-bareng ya kalau kakak 10 menit udah selesai nanti gantian adik ya". Dari situ anak akan belajar memahami bahwa temannya juga ingin bermaian maianan itu, dan bagaimana caranya agar si anak juga bisa bermain.



3.Latih anak untuk mengenali emosi diri & orang lain

Ajak anak berdiskusi gimana perasaaan mama/papa saat kakak gak mau berbagi sama adek. apakah sedih, marah atau senang? bagaimana perasaan si kakak waktu mainannya harus dibagikan sama adek, marah sedih atau senang? terima apa yang mereka rasakan tanpa perlu menghakimi. Terkadang kita selalu ingin menuntut anak agar bisa bercerita perasaannya usai pulang sekolah;

"Nak, gimana sekolahnya hari ini?"

"Biasa aja"

Biasa aja gimana? Padahal emaknya pengen banget dapet ceria puanjang kayak kereta. Tapi eh tapi emang emaknya sering juga gak ceritain banyak hal ke anak usai bekerja atau pergi dari suatu tempat? Dengan cara saling terbuka satu sama lain maka anak juga nyaman jika ia suatu ketika ingin bercerita perasaanya ke orang tua.

4. Gunakan media buku untuk menyampaikan pesan moral melalui cerita.

Buku adalah media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan moral kepada anak. Ada banyak buku cerita edukatif yang bisa parents bacakan ke anak-anak. Pastikan juga cerita memuat kisah situasi yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Dikutip dari buku The Danish Way of Parenting, orang tua Denmark biasa menceritakan hal yang sangat realistis dalam kehidupan sehari-hari. Misal saat ada orang tua yang tidak mendapatkan kursi di kereta umum, akan ada orang yang menawarkan bantuan tapi ada juga orang yang bahkan pura-pura tidur karena tidak ingin memberikan kursinya. Pancing anak untuk merespon dan menganalisa hal yang mana yang nantinya akan menguntungkan bagi dirinya dimasa yang akan datang.



5. Membangun keluarga yang meaningful akan empati.

Biasakan untuk membangun kebiasaan baik di dalam rumah. Kebiasaan baik ini dimulai dari hal terkecil seperti saat berdiskusi bersama keluarga. Bagaimana anggota keluarga bisa menjadi pendengar yang baik saat anggota yang lain sedang menyampaikan sesuatu. Bagaimana menyampaikan hal yang tidak menyakiti perasaan orang lain. Bagaimana reaksi orang tua saat kecewa pada anak-anak. Jika semua bisa dimulai dari di rumah, maka saat bertemu dengan lingkungan baru, anak sudah faham dengan norma yang biasa ia temukan di rumah.

6. Menjadi pendengar yang baik

Seperti yang disampaikan di point ke lima diatas ya parents, bagaimana menanamkan anak agar bisa menjadi pendengar yang baik. Bukan sekedar diajarkan menjadi pembicara yang baik saja. Saat anak bercerita, pastikan parent benar-benar berfokus pada anak. Tatap matanya, dengarkan betul-betul perkataanya, buat posisi tubuh  sejajar dengan anak. Anak akan merasa dihargai dan didengarkan. Namun jika parents mendengar sambil menatap layar gadget, pastinya anak akan merasa kurag dihargai padahal mereka sangat antusias ingin bercerita kepada parents.

Nah, jika hal tersebut dapat ditanamkan pada anak, semoga kelak anak-anak tumbuh menjadi seseorang yang memiliki rasa empati yang tinggi. Di saat pandemi seperti ini, mereka akan disiplin menjalankan aturan yang diberikan. Di sisi lain, mereka akan tergerak untuk membantu sesama untuk menggalang dana atau mengulurkan bantuan kepada orang yang memerlukan.

#BPNRamadhan2020
#BPNRamadhanChallenge
#BloggerPerempuanNetwork
#BPNRamadanChallengeDAY3

0 comments:

Post a Comment

Yakin gak mau BW? Aku suka BW balik loh