Friday 14 September 2018

DOA IBU


Masih ingatkah saat semalam Archy merengek minta nenen Dan aku menolaknya, keesokan paginya ia benar-benar tidak terbangun semalaman Dan tidur dengan nyenyak. Namun lagi-lagi aku sendirilah yang sering mengalami kegalauan. Aku takut seolah ia marah Dan Tak mau tidur lagi dipelukanku.

Sesaat sebelum aku bangun untuk melaksanakan salat subuh, ia terbangun sebentar membuka matanya lalu melihatku kemudian tertidur kembali. Pikirku Archy akan mendekatiku tidur di lengan tanganku seperti setiap malam ia lakukan saat terbangun. Ah, kenapa semudah ini hati ibu merasa tersakiti.Hanya karena melihat anaknya sudah mulai belajar mandiri untuk tidak Selalu tidur dipelukanya lagi.

Usai melaksanakan salat subuh, aku segera melaksanakan rutinitas pagi yaitu mencuci pakaian Dan memasak. Kebetulan Hari ini adalah jadwalku mengajar. Jadi semua harus beres lebih awal. Ditemani oleh suami tercinta kami bertugas menyelesaikan pekerjaan rumah lebih awal supaya kami tidak terlambat berangkat pagi.

Saat aku menggoreng ikan, tiba-tiba aku dikagetkan dengan kedatangan Archy ke dapur. Ia bangun sambil tersenyum. Biasanya kalau dia rewel semalam, pasti keesokan paginya dia terbangun menangis. Namun ini tidak. Kusambutnya dengan pelukan hangat sambil menciumnya berulang Kali.

"Masyaallah anak mama udah bangun sendiri ya...kebangun ya sayang. Mama lagi masak nih..masak ikan kesukaan archy.." ujarku begitu riang. Ia tersenyum sambil bergelayut manja di pelukanku.

"Hari ini mama ke Kam...pus. Papa ke kan...too. Archy ntar ngaji sama nenek ya" lanjutku diikuti oleh anggukan kepalanya.
Setelah selesai, kamipun bersiap pergi. Archy sudah pergi dulu diantar papanya ke rumah nenek. Setelah pulang mengajar, kujemputnya di rumah nenek. Ia datang melihatku dengan riang. "Mamaaaaa..Archy dah mam..blabalabla" lanjutnya bercerita meski setengah lancar dengan campuran babling anak kecil.

Alhamdulillah, dugaanku Archy akan rewel seharian karena ia merengek tidak diberikan nenen rupanya salah. Padahal aku Tak banyak menjelaskan seperti biasanya kenapa ia Tak banyak nenen. Aku hanya banyak-banyak memeluknya saat ia bersikeras agar permintaanya dipenuhi. Dan aku tetap memeluknya Dan berkata lirih,

"Maaf ya sayang..nenen mama udah mulai sering sakit..maaf nak" 
Lalu kemudian kelanjutkan dengan untaian doa hingga aku turut terlelap.

Rupanya komunikasi non verbalpun mampu merepresentasikan komunikasi produktif dengan anak. Ketulusan Dan rasa cinta yang Tak terbendung melalui kekuatan doa mampu menyampaikan pesan pesan yang ingin Kita sampaikan ke anak. Begitu bersyukurnya aku atas nikmat Allah yang begitu besar ini. Sungguh kekuasaan Allah tidak akan pernah tertandingi. Doa-doa malam yang Kita tiupkan Dari ubun-ubun hingga ujung kaki saat anak tertidur, rupanya lebih mampu menyampaikan hal-hal yang selama ini belum dimaklumi oleh si anak. Doa doa itupun yang menjadikan penguat ikatan cinta ibu Dan sang buah hati. Begitu besarnya kekuasaan mu ya Rabb



#harikedelapan13sept
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

Thursday 13 September 2018

Bersahabat dengan Sabar


Rasanya kepalaku seperti menguap, dadaku menyesak, Gigi gerahamku bergemuruh ketika merasakan suasana hati yang Tak pasti. Perasaan yang diliputi oleh ketidak stabilan emosi. Entah mengapa terkadang aku Tak bisa menahan diri untuk meluapkan emosi. Akupun Tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Terkadang aku mampu bersabar ketika menghadapi kerewelan Archy, terkadang juga aku merasa Tak kuasa menahan kemarahan yang terkendali.

Archy anaku yang begitu pintar itu meraung raung minta nenen. Kondisiku yang semakin sering merasakan kontraksi palsu terpaksa harus memintanya untuk berhenti nenen. Sejujurnya aku diliputi perasaan bersalah. Mengapa aku memutuskan tt dahulu baru menyapihnya. Padahal sebentar lagi ia punya adik. Dan ia harus segera lepas Dari nenen. Tapi ini hasil keputusanku, hasil pertimbanganku setelah berdiskusi dengan suami untuk menyelesaikan tt terlebih dahulu baru menyapihnya. Sungguh rasanya campur aduk.

Sejujurnya aku sudah mulai mensounding Archy untuk berhenti nenen sejak usia 1 setengah tahun. Setiap malam Kita bacakan buku tentang naura si anak yang berani tidur sendiri Dan tidak nenen lagi. Namun sounding stop nenen Kita berhentikan terlebih dahulu karena Kita ingin menyelesaikan proses TT Archy. Mungkin rasanya ia memberontak karena belum siap akan keduanya. Ah apalah aku ini, faham teori tapi praktiknya susah untuk menjalani. Dan kini Allah menguji atas tanggung jawabku mendidik Archy. Ya rabb..maafkan hamba yang jauh Dari kata sempurna ini.

Malam ini aku Tak banyak bercerita dengan Archy. Kini ia sudah terlelap tidur setelah kurang lebih 10 menit meraung raung minta nenen namun tidak aku berikan.

"Sabar ya nak..nenen mama sakit..maafin mama ya sayang.." ucapku sambil menelan ludah karena begitu pahit melihatnya menangis tersedu.

Kulantunkan doa di ubun ubun kepalanya bacaan alfatihah, Annas, Al ikhlas, Dan Al falaq. Serta lantunan doa solawat sebagai penenang jiwanya. Kupandangi wajahnya yang begitu damai saat mulai tertidur pulas. Kuucapkan lantunan istighfar dengan lirih menyesali kesalahan-kesalahanku selama ini. 

Nak, begitu bersyukurnya mama atas karunia Allah menghadirkanmu di kehidupan mama. Allah berikan banyak hikmah kehidupan melalui kehadiranmu selama ini. Kau ajarkan mama bersahabat dengan sabar lalu merangkulnya supaya amarahku terkendali. Kau ajarkan keikhlasan untuk selalu bermuhasabah diri. Maafkan mama yang masih jauh Dari kata sempurna ini. Semoga kelak mama mampu membesarkanmu menjadi anak solehah yang bermanfaat bagi seluruh umat. Ya rabb, ijinkan hamba untuk Selalu hadir dalam kehidupanya hingga ia beranjak dewasa. Berikan kami kesempatan untuk Selalu memperbaiki diri menjadi orang tua yang lebih baik lagi. Solehahkan kami..istiqomahkan kami untuk senantiasa belajar menjadi orang tua yang lebih baik lagi. Amiin..


#hariketujuh12sept
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

Tuesday 11 September 2018

Mengajarkan Sense of Belonging pada Anak


Sore ini aku mengajak Archy berkeliling komplek. Usia kehamilanku yang mendekati Hari prediksi lahir membuatku lebih rajin betolahraga, terutama berjalan kaki keliling komplek. Saat berkeliling, Archy bertemu dengan teman seusianya sedang bermain tembak-tembakan. Kemudian Archy ingin sekali ikut bergabung dengan sekumpulan anak-anak yang semuanya adalah laki-laki. 

Kemudian pada blok selanjutnya, Archy bertemu anak-anak yang sedang bermain sepeda. Salah satunya adalah teman Archy saat ikut nenek mengaji di TPA. Didekatinya oleh Archy lalu Archy memainkan bell yang ada di sepeda tersebut. Kebetulan ibu si anak yang juga ada disana menawarkan untuk sepeda anaknya dipinjamkan Archy. Awalnya saya menolak karena Archy hanya tertarik dengan bellnya saja. Namun lama kelamaan Archy jg ingin naek sepedanya.

"Archy ini punya kak akhtar nak..Archy kan punya sepeda sendiri di rumah"
"Udah biar gak papa tante, nanti nangis kalo dilarang" ujar ibu akhtar senantiasa menawarkan.
"Yasudah bentar saja ya Archy..soalnya ini sepedanya kak akhtar ya.."
"Iya ma.."

Namun lama kelamaan Archy tidak mau turun Dari sepeda tersebut sementara Akhtar sudah ingin memainkanya lagi. 
Saya bujuk Archy supaya lekas turun namun ia bersikeras tidak mau.

"Archy turun nak itu kak akhtar mau pake sepedanya.."
"Ndak mau..." Teriak Archy lantang.

Berhubung waktu juga semakin sore Dan mendekati maghrib, bujukan saya tetap saja tidak mempan, akhirnya saya memutuskan untuk menggendong Archy turun Dari sepeda.

"Archy, ini sepeda punya kak Akhtar mau diambil. Archy pulang dlu ya bentar lagi maghrib.."

Bismillahirrahmanirrahin kuangkatnya Dari sepeda Dan dia reflek menjerit minta turun. Sampai rumah ia tetap menangis minta kembali ke tempat bermain tadi.

Saya coba mengalihkan perhatianya dengan mengajak Archy bermain ke rumah nenek. Kebetulan om Archy sudah pulang Dari kampus sehingga Archy langsung tenang karena bermain dengan om raihan.
Usai salat maghrib, akhirnya saya ajak Archy pulang k rumah Dan kebetulan papa Archy baru saja pulang Dari kantor. Saya ceritakan kejadian tadi sore pada suami. 

"Pa, tadi Archy gak mau pulang karena masih mau pinjem sepedanya kakak akhtar. Padahal kakak akhtar mau ambil sepedanya..itu gimana pa? "
"Itu berarti Archy harus kasih sepedanya. Kan bukan punya Archy, sepeda Archy Mana? " Tanya papa ke Archy
" Itu peda.." kata Archy sambil menunjuk sepedanya di belakang
" Nah itu pinter...Archy kan punya sepeda sendiri, jadi kasian kalo masih pinjem ke kak akhtar, kan kak akhtar pengen maen juga..besok Archy bawa sepedanya sendiri ya nak..jangan pake punya kak Akhtar lagi'
Ujarku sambil menatap matanya
"Iya..." Ujarnya lirih

Anak usia 2 tahun memang masih memiliki ego yang tinggi dalam Hal kepemilikan. Jadi memang wajar jika superego nya belum banyak untuk bisa dikendalikan. Mengajarkan sense of belonging pada anak mengenai kepemilikan memang perlu, Dan komunikasi produktif lah yang mampu menyampaikan nya Dan perlahan lahan dapat diterima oleh anak.

Jika anak tidak ingin mainanya dipinjam, maka sebaiknya ia tidak menunjukan mainanya ke temanya. Dan ia belajar memutuskan Mana saja mainan yang bisa dipinjamkan Dan Mana yang tidak. Saat anak memainkan mainan orang lain, Kita perlu tegas jika itu adalah bukan barang miliknya Dan harus dikembalikan. Anak perlu Tau Mana yang menjadi miliknya Dan Mana yang tidak. Memang tidak mudah namun jika berupaya mengkomunikasikan dengan anak, saya yakin suatu saat nanti ia mulai membiasakan diri untuk tidak merebut mainan orang lain Dan dia belajar merawat Dan menjaga apa yang dia miliki.


#harikeenam11sept
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

Monday 10 September 2018

KHILAF

Saat adzan subuh berkumandang, saya  terbangun dan ingin segera bangkit dari kasur. Namun mata yang masih terasa berat rupanya memaksaku untuk tetap terlelap. Kupandangi Archy yang tidur disampingku agar mataku tetap terjaga. Rupanya dia ikut terbangun dan mau minta nenen. Ya, Archy saat ini sudah berusia 2 tahun lebih 1 bulan. Namun aku belum menyapihnya. Pertimbanganku yang ingin menyelesaikan proses toilet trainingnya, membuatku memutuskan untuk menunda terlebih dahulu proses menyapih sampai ia lulus TT terlebih dahulu. Dan pertimbangan saya, saya tidak mungkin men sounding Archy untuk melepaskan dua hal sekaligus. Itu akan membuatnya merasa terbebani secara psikis. Jadi saya setelah usia TT, saya harus menikmati proses menyapih  dibandingkan terfokus pada hasil yang meyebabkan saya menjadi terpaku pada waktu sehingga mengabaikan proses yang ada.




Ketika saya meneneni Archy pagi itu, saya tiba-tiba merasa kesakitan karena ia menggigit PD saya cukup keras. Disisi lain, usia kehamilan saya yang sudah sampai pada minggu ke 38, membuat saya merasa kontraksi ketika Archy minta nenen dengan saya.

“Archy, sakit nak! Nenen mama sakit!” ujar saya reflek dengan nada suara meninggi. Kemudian saya tutup dan tidak memberikan kepadanya lagi. Ia kemudian menangis histeris dan masih ingin meminta nenen dengan saya. Saya yang masih merasa kesakitan tetap enggan untuk memberikanya lagi. Seketika ia langsung menjauhi saya dan bersandar pada tangan papanya yang tidur disebelah Archy. 

“Nah, gitu donk. Archy kalo bobok minta dikelonin papa. Masak dikelonin mama terus..”ujar papa senang. Archy memang selama ini lebih sering tidur sambil memeluk saya hingga terkadang saya tidak kebagian tempat tidur lagi hehe..
Namun, beberapa saat kemudian, ia kembali mendekati saya lagi.

“Loh, kok balik lagi…sini papa kelonin aja..”
“Ndak mau…”

Kata archy sambil memeluk saya erat. Saya kemudian tersenyum memandangnya.

“Nah, papa kan yang tiap malem bikinin Archy susu nak…kan bisa bobok sama papa..”
“Iya masak papa cuman jadi pelarian..hahaha” ujar papa diikuti oleh gelak tawa dari kami.

Tapi saya cukup lega karena saat saya mengungkapkan perasaan saya dan menolak permintaan Archy, ia berusaha untuk tidak memintanya lagi. Dan terkadang dia memahami, “nenen mama sakit..”,

“Iya sakit..Archy juga harus belajar gak nenen lagi ya nak..kan bentar lagi punya adek..jadi belajar berbagi sama adek..kan archy udah 2 tahun nenen, jadi nanti gentian nenenya buat adek ya nak. Biar adek cepet besar, kan Archy sayang sama adek..”ujar saya menjelaskan.

Alhamdulillah, tantangan 10 hari berkomunikasi produktif ini, secara tidak langsung selalu menegur saya untuk selalu mengevaluasi perbuatan saya yang salah dalam berkomunikasi dengan anak. Contohnya seperti kejadian diatas, saya masih suka reflek memakai nada tinggi, tidak mampu mengontrol emosi saat berbicara dengan anak, bahkan terkadang saya membentaknya jika saya merasa kesal. Kemudian saya mulai tersadar bahwa perbuatan tersebut salah. Lalu saya kembali mengulang perkataan dengan nada lembut dan penuh cinta.

Menjadi orang tua merupakan tantangan terbesar untuk konsisten dalam berperilaku dan berkata dengan baik karena anak adalah peniru ulung yang begitu cepat megimitasi apa yang kita lakukan. Saya sering merasa sedih jika saya sudah terlanjur marah dengan Archy. Namun apa gunanya jika terus berlarut dalam kesedihan. Yang terpenting adalah kita harus selalu sadar akan kesalahan yang diperbuat dan berupaya untuk mengintropeksi kesalahan kita.

Terimakasih nak, sudah menjadi ladang ibadah bagi kami dan tempat belajar yang banyak memberikan hikmah kepada kami. Kami belajar untuk menjadi teladan yang baik, berupaya meredam perilaku negative yang kadang muncul dari inner child kita. Semoga Allah senantiasa memberikanmu kesehatan, umur panjang, keselamatan, agar kami dapat terus belajar menjadi pribadi yang lebih baik dan senantiasa menjagamu sebagai amanah yang Allah titipkan kepada kami amiiinn….
#harikelima10sept
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional



Sunday 9 September 2018

KATA "JANGAN" DALAM BERKOMUNIKASI PRODUKTIF DENGAN ANAK

Agenda kami hari minggu ini adalah kondangan ke pernikahan teman. Setelah selesai membersihkan rumah, saya segera membungkus bingkisan untuk dibawa sebagai kado pernikahan nanti. Saya siapkan isolasi, gunting, dan kertas kado di depan TV. Kemudian saya mengambil bingkisan yang akan dijadikan kado di lemari. Sesaat saya kembali, rupanya Archy sudah memainkan gunting saya. Meski reflek, saya berupaya menenangkan diri supaya Archy tidak kaget ketika saya tegur.

“Archy, kasih guntingnya ke mama nak. Mama mau bungkus kado buat tante ning…”
“Siapa cy? Tante…?”
“Ning…”
“Iya pinter….jangan mainan gunting ya nak. Gunting itu berbaha..yaaa. Nah itu pinter, archy tau kalo gunting bisa berbahaya ya….”

Saat Archy memegang barang berbahaya, atau melakukan tindakan berbahaya, seperti memasukan sesuatu ke dalam mulut, sejujurnya rasa reflek untuk melarang itu pasti ada. Kata dosen saya dulu, dalam bagian otak terdapat system saraf yang dinamakan prefrontal korteks (PFC). PFC berfungsi sebagai executive function yaitu seperti memberi keputusan. Keputusan tersebut bisa saja terjadi secara reflek ketika kita merasa dalam kondisi terancam. Maka tidak dipungkiri jika saya masih sering melontarkan kata jangan terutama pada situasi yang membahayakan bagi anak.





Bagi saya, kata jangan masih bisa ditolerir untuk dijadikan sebagai komunikasi produktif pada anak. Asalkan kita mampu menyampaikan pesan alasan kita melarang pada suatu hal, dan tentunya dengan intonasi suara rendah dan emosi yang tidak meluap-luap. Misal ketika Archy mendekat ke saya dan sangat dekat dengan api kompor saat saya memasak. Saya reflek mengatakan “Archy jangan dekat-dekat nak..api berbahaya”. Kemudian saat menjauhkan dari Archy saya menatap matanya dan mengatakan lagi, “Nak, kenapa Archy gak boleh deket-deket api? Karena api itu berbaha…yaaa” ujar saya menasehati.

Pernah saat seminar psikologi Islam di kampus saya dulu, saya menanyakan suatu pertanyaan yang saat itu membuat saya begitu penasaran. Kebetulan pembicara seminar saat itu adalah para dosen dari IIUM Malaysia, sebuah kampus di Malaysia yang pertama kali mendirikan dan mengikprahkan jurusan psikologi Islam. Saya tanyakan pada mereka, seringkali dalam ilmu parenting orang tua hendaklah menghindari kata jangan saat melarang anak. Sebisa mungkin kita ganti dengan kalimat yang lain. Namun, kita amati banyak dalil-dalil dalam Al-Qur`an yang menggunakan kata jangan atau Laa untuk memberikan peringkatan pada hambanya. Seperti contohnya la tqrabuz zina, la tamsyi fil ardhi marahan, dan lain sebagainya. Lalu bagaimana kita menyikapi hal tersebut?

Jawabanya dari salah satu pembicara tersebut adalah  pada dasarnya manusia memiliki karakter individu yang berbeda-beda, atau bisa dikatakan setiap anak itu unik (individual differences). Ada anak yang memiliki karakter yang justru meluapkan amarah jika kita larang dengan mengatakan jangan, namun adapula anak yang memiliki karakter lebih termotivasi untuk berubah lebih baik jika kita larang dengan mengatakan jangan. Oleh sebab itu yang terpenting adalah menyampaikan pesan moral mengenai alasan mengapa kita melarang hal tersebut kepada si anak. 

Meskipun begitu, saya yang saat ini masih termasuk ibu muda semestinya tetap terus mengupgrade diri seperti banyak mempelajari ilmu-ilmu parenting supaya kita terjebak pada pembenaran dalam versi kita sendiri. Berwawasan luas dan mampu memfilter informasi yang valid merupakan kunci utama bagi seorang ibu terutama seperti era modern saat ini dimana tsunami informasi sangatlah rentan terjadi pada siapapun. Terutama bagi para ibu muda seperti saya. Sebagai seorang muslim, maka hendaklah kita menjadikan Al-Quran sebagai pedoman kita dalam menjalankan kehidupan di dunia ini. Begitu istimewanya Allah karuniakan anak kepada kita, selain ia menjadikan kita sebagai tempat belajar, namun juga menjadikan kita banyak bermuhasabah diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
#harikeempat9sept
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional


Saturday 8 September 2018

SINERGI ORANG TUA: KUNCI SUKSES MEMBANGUN KOMUNIKASI PRODUKTIF DENGAN ANAK


It is weekend! Ya, siapa yang tidak suka dengan weekend. Terutama saya sebagai full time house wife rasanya senang sekali melihat suami berada di rumah. Biasanya kita banyak memanjakan diri di akhir pecan. Entah dengan berenang, berkeliling, jalan-jalan, atau hanya sekedar pergi ke pasar. Namun kali ini tidak lagi. Weekend adalah waktunya saya nginem pumpung suami bisa menemani Archy bermain disaat saya tinggal melakukan pekerjaan rumah tangga. Ya, semenjak saya sudah tidak ada asisten rumah tangga lagi, kini saya berbagi tugas urusan rumah dengan suami. Suami bertugas mencuci pakaian yang tinggal diputar dengan mesin cuci, sementara saya mengerjakanya sisanya. Tapi namanya juga naluri wanita, rasanya tetap gemas kalo kerjaan suami ada yang kurang optimal. Jadilah saya ikut membantu juga meski tak banyak.

Aktivitas pagi di akhir pekan yang begitu padat ini menjadikan saya tidak banyak berinteraksi dengan Archy seperti biasanya. Pagi ini Archy full bermain dengan papanya. Usai mandi dan sarapan, Archy diantar papa main ke tempat nenek. Sementara saya menyelesaikan pekerjaan rumah sejak pukul 6 pagi. Memasak, mencuci piring, menjemur pakaian, menyapu, mengepel. Menyiram tanaman, kemudian dilanjutkan dengan membuat pisang coklat untuk cemilan keluarga. Setelah selesai, saya merebahkan diri diatas kasur meluruskan kaki dan punggu bumil 37 minggu yang sering merasakan pegal setelah banyak beraktivitas.

Akhirnya bada zuhur Archy pulang ke rumah bersama papa. Rupanya dia tertidur di rumah nenek. Pantas saja lama. Saya sambut dia dengan pelukan. Rasanya lama sekali tidak bercengkerama dengan Archy padahal baru ditinggal beberapa jam.
“Archy udah bobok ya?”
“Udah..”
“Yasudah maem siang dulu yuk…”
“Iya ma..”
Kemudian saya suapi Archy dan Alhamdulillah ia makan dengan lahap. 

Sore harinya saya melanjutkan lagi menyelesaikan pekerjaan rumah yaitu menyetrika pakaian. Kebetulan ada sepupu Archy main ke rumah. Jadi sore ini Archy bermain dengan sepupunya. Saat setrikaan tinggal sedikit lagi, sepupu Archy pamit pulang ke rumah. Mulailah Archy mendekati saya dan minta dipangku,
“Hati-hati ya nak..setrikaanya panas..”
Tapi ia masih tetap rewel minta dipangku. Saya yang merasa tanggung akhirnya tetap membiarkan Archy duduk dipangkuan saya sambil ia memainkan headset yang saya pakai untuk mendengarkan musik. Alhamdulilah, beberapa menit kemudian setrikaan saya sudah beres. 

Meskipun hari ini intensitas komunikasi saya dengan Archy tidak sebanyak biasanya, namun saya tetap senang karena weekend adalah moment berharga suami untuk membangun kelekatan dengan Archy. Bagi saya, anak perempuan haruslah dekat dengan ayahnya. Ayah kelak akan menjadi figur laki-laki yang akan selalu melindungi anak perempuanya. Tugas saya adalah memastikan bahwa suami saya dapat berkomunikasi produktif dengan anak perempuanya. Jika suami sudah tidak sabar dan terkadang suka memberi punishment pada Archy disaat dia mengompol, saya ajak beliau untuk mengubah punishment tersebut menjadi reinforcement. Misalnya,

“Archy kalo pipis sembarang nanti gak usah tidur di kamar lo ya..”
Kemudian saya bisikan pada suami,
“Pa, gimana kalo diganti gini aja..Archy anak solehah kalo pipis di kamar mandi…tidak pipis sembarangan. Maklum pa lagi proses TT hehe..”

Begitulah adanya dalam menjalankan komunikasi produktif dengan anak. Kerjasama yang baik dengan pasangan merupakan kunci utama dalam menjalankan proses komunikasi produktif dengan anak. Dan tentunya tidak saling menjatuhkan dan mencibir, melainkan sama-sama bekerja sama untuk intropeksi diri dan saling mengingatkan bila ada kata yang salah.

#hariketiga8sept
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional




Friday 7 September 2018

SOUNDING SEBAGAI PEREKAT PROSES KOMUNIKASI PRODUKTIF



Ini adalah hari keduaku kembali mengajar perkuliahan di tahun ajaran baru. Namun kali ini aku tidak akan lagi membawa Archy. Kuamati di hari pertama mengajaknya belajar, ia tampak begitu letih meskipun menunjukan raut bahagia. Lagipula aku akan lebih optimal mengajar meskipun ia tidak banyak rewel. Dan pertimbangan lainnya adalah usia kehamilanku yang sudah berada di minggu ke 37 membuatku terasa letih jika harus pontang-panting membawanya pergi.

Baiklah, selanjutnya aku akan kembali menitipkan nek ine-nya sebentar selama belajar. Alhamdulillah rumah kami berdekatan dengan rumah mertua sehingga kami banyak dibantu ibu mertua selama kami bekerja. Lagipula saya yang berstatus dosen luar biasa tidaklah setiap hari pergi ke kampus, jadi hanya sesekali kami menitipkan Archy ke ibu mertua.
Malamnya, aku mulai sounding Archy saat ia mulai terlelap tidur. Kubisikan di telinganya sambil mengelus kepala Archy,

“Archy, jadi anak yang baik ya nak. Besok mama ke kampus lagi sebentar. Archy di rumah sama nek-ine aja ikut nek-ine ngaji. Kasian kalo Archy ikut mama nanti Archy capek. Jadi anak solehah ya sayang..”

Ucapku lirih di telinganya sambil membacakan doa lalu meniupkanya di ubun-ubun kepala. Bagi saya, membacakan Archy buku cerita, membacakan doa, dan men-soundingnya di malam hari merupakan aktivitas yang seupaya mungkin saya dan suami lakukan untuk membangun kelekatan dengan Archy. Dengan itu kami dapat membangun budaya baik yang dapat kita lakukan sebelum tidur.

Keesokan harinya, seperti rutinitas keseharian saya dan suami membagi tugas di pagi hari. Suami memandikan Archy dan mengajaknya sarapan, semetara saya bertugas mengurusi urusan dapur dan mengupayakan rumah bersih sebelum kami tinggal pergi. Setelah Archy selesai mandi dan makan, suami siap mengantarkanya ke rumah nenek. Kemudian ia berpamitan dengan saya. Saya selalu berupaya memposisikan tubuh saya untuk sejajar disaat berbicara dengan anak sambil melakukan kontak mata.

“Archy, mau ngaji sama nek ine ya..selamat belajar ya nak..salim dulu…”
“iya ma, mikuum (assalamualaikum)..”
“walaikumsalam..”

Alhamdulillah, hari ini ia sudah mulai enjoy saya tinggal pergi. Sekarang saya bisa mempersiapkan diri untuk pergi ke kampus bersamaan dengan suami pergi ke kantor.
Usai mengajar, saya jemput Archy di rumah nek ine. Rupanya ia baru bangun tidur. Saya sudah penasaran cerita Archy selama mengaji.

“ Gimana tadi ngaji sama nenek chy?”
“ Archy pinter ma..tadi sempet gak mau ikut. Tapi ibuk gendong sambil diliatin perosotan di TPA Alhamdulillah langsung lupa nangis. Ada yuk sofi juga jadi dia tadi maen sama yuk sofi..”ujar ibu mertua melaporkan kegiatan Archy saat ngaji.
“Wah Alhamdulillah hebat ya Archy..tadi maen sama yuk sofi ya nak..”
“Iya..sowat (solat)”
“ooo.. paraktek solat ya tadi…pinter”
Pujiku sambil mencium pipinya.

“Tadi diajakin pipis gak mau…baru sambil dipuji anak pinter, anak solehah, yuk ke kamar mandi..eh baru mau..kalo cuman dibilang yuk pipis chy gak mau dia” kata ibu mertua selama melatih Archy toilet training. Alhamduliilah, sudah hampir 2 minggu ini Archy lepas pampers, dan bersyukurnya ibu mertua mendukung proses TT archy selama saya tinggal.
Saat mengajaknya pulang ke rumah, Archy bergegas memakai tas ransel yang masih saya bantu pakaikan dan ingin membantu memakai sepatu.

“Gak usah dibantu ma, tadi udah pinter pake sepatu sendiri kok. Ayo Archy gimana pake sepatunya..ayok duduk dulu..” ujar ibu mertua sambil meminta Archy duduk supaya mudah memakai sepatu. Saya terkadang malu jika masih belum konsisten membiasakanya mandiri. Alhamdulillah begitu bersyukurnya ibu mertua mengingatkan dan mengajarkan banyak hal proses belajar yang baik untuk Archy.
Beberapa detik kemudian Archy sudah bisa memasang sepatunya.

“Alhamdulillah..pinter ya nak. Yuk pamit dulu sama nenek Archy mau pulang. Salim dulu…”
“Mikum (assalamualaikum) nek…” kata Archy ceria.
“walaikumsalam…”

Begitu leganya hari ini melihatnya tetap bahagia dan semakin pintar meski harus saya tinggal pergi sebentar. Memang kekonsistenan dalam membangun budaya berkomunikasi yang baik pada anak merupakan suatu milestone yang menunjang proses perkembangan anak. Saya begitu bersyukur memiliki lingkungan keluarga yang mensupport proses ini terutama ibu mertua saya. Suasana hati seorang ibu yang terkadang masih dikuasai oleh amarah, memaksakan diri kita untuk awas diri supaya tidak terbawa emosi saat berkomunikasi.

Sama halnya ketika malam itu sebelum mensounding Archy, suasana hati saya sedang tidak enak lantaran asisten rumah tangga saya mendadak resign dalam berbagai macam alasan. Berdiskusi dengan suami dan kembali mengadirkan mindset positif merupakan upaya saya supaya tetap menjaga kewarasan dan tidak terlarut lama dalam emosi negatif. Ada kalanya dalam proses ini saya masih terbawa dalam komunikasi yang tidak produktif, namun yang terpenting adalah evaluasi diri dan kembali konsisten dalam membangun komunkasi produktif dengan anak.
#harikedua7sept
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional





Thursday 6 September 2018

ADA DOSEN CILIK DI HARI PERTAMA KULIAH



Hari ini adalah hari pertamaku kembali mengajar ke kampus setelah liburan semester yang cukup lama. Kondisiku yang tengah hamil tua dan kondisi anaku Archy yang belum mau dititipkan pada hari pertamaku mengajar, membuatku memberanikan diri untuk mengajar sambil membawa Archy selama perkuliahan berlangsung. Memang awalnya cukup berat. Karena takut tidak dapat menyampaikan materi  secara optimal selama pembelajaran berlangsung. Namun ini adalah amanah yang tetap harus dilaksanakan. Khususnya amanah menjaga anak. Ya Allah..semoga Engkau mudahkan jalan bagi kami.

Sebenarnya mertua saya sudah menawarkan kepada saya untuk menitipkan Archy selama mengajar.  Namun saya bilang kalo Archy akan ikut pada pertemuan pertama saja. Karena setelah itu saya akan cuti melahirkan dan lebih banyak mengajar dengan system e-learning yang akan saya terapkan pada dua mata kuliah yang saya ampu pada semester ini. Selain itu semalam saya mencoba berunding dengan Archy,
Archy, besok mama mau ke kampus. Archy ikut ngaji sama nek ine ya..”
“Iya mama..” jawabnya lirih

Keesokan paginya saya berbagi tugas dengan suami untuk menyelesaikan urusan rumah dan anak sebelum beragkat ke kantor. Suami bertugas memandikan Archy dan mengajaknya sarapan. Sementara saya bertugas memasak dan membersihkan rumah selama di tinggal. Keadaan yang cukup rieweh mencobaku untuk tetap berupaya menstabilkan emosi supaya pagi ini saya mendapatkan mood yang bagus. Sambil memakaikan Archy baju, saya kembali bilang sama Archy,

“Archy, mama mau pergi ke kampus. Papa ke kantor. Archy ngaji sama nek ine ya..”

Rupanya jawabnya tidak sesuai dengan kalimat semalam. Ia terdiam sambil memejamkan matanya. Kemudian ibu mertua datang ke rumah untuk menjemput Archy. Tapi Archy tidak mau. Kami tawarkan lagi,

“Archy mau ikut nenek ngaji apa ikut mama papa?”
“mama papa” jawabnya singkat.

Kita memang sudah mempersiapkan opsi kedua jaga-jaga jika Archy memang tidak mau ikut neneknya. Untuk selanjutnya, kami akan berupaya mensounding Archy supaya mau ditinggal bentar sama nenek, dan saya dapat kembali focus menyampaikan materi tanpa harus membawa Archy lagi. Akhirnya kami memutuskan untuk membawa Archy untuk saat ini.
Selama di perjalanan, saya bilang ke Archy sambil memintanya untuk menatap mata saya,

“ Archy, lihat mama. Archy kan hari ini ikut mama ke kam..pus. Archy jadi anak yang baik ya. Bantu mama gak rewel di kelas ya sayang..”,
“Iya mama…” ucapnya lirih. Ia memang masih berusia 2 tahun. Namun saya yakin dia sudah mulai memahami akan kondisi yang mamanya harapkan. Memang belum tentu, tapi saya harus tetap yakin akan hal itu.

Ternyata betul, berkat the power of yakin, Archy masih tetap bisa dikondisikan selama menemani saya belajar. Ia duduk disamping saya sambil sesekali melihat video di laptop dan sesekali mencorat coret buku yang sudah saya sediakan. Saya masih bisa menyampaikan kontrak belajar dengan baik dan dapat diterima oleh mahasiswa saya.
Akan tetapi semakin lama Archy mengalami kebosanan. Ia mulai berteriak dan minta bertemu papanya. Saya bilang ke dia,

“Archy ngantuk ya nak. Sabar ya sayang, habis ini kita ke kantor papa” ucap saya sambil tersenyum. Kondisi tenang rupanya menjadikan saya mampu mengontrol kemarahan Archy dan Alhamdulillah sampai perkuliahan selesai dia tidak banyak rewel.
Kemudian saya dan Archy pulang ke kantor papa terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah.

“Gimana Archy rewel gak ma?”
“Alhamdulillah masih terkondisikan. Makasih ya sayang sudah jadi anak yang baik hari ini” Ujarku sambil mencium pipinya.
"Wah ada dosen cilik tadi ya nemenin mama ngajar" ujar papa sambil tersenyum.
Hari ini sukses jadi dosen cilik menemani mama mengajar ya nak..big hug for my little Angel..Archy.
#haripertama6sept
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
institutibuprofesional



Tuesday 4 September 2018

NHW #1 bunda sayang: ADAB MENUNTUT ILMU X COC


Bagi saya sebagai seorang ibu, saya memiliki peran yang besar dalam membangun peradaban di dalam keluarga. Ibu merupakan tiang Negara guna membangun generasi penerus yang handal dan berakhlak mulia. Maka sejatinya seorang ibu hendaklah bertanggunng jawab dan wajib untuk mengupgrade diri dan perlunya evaluasi untuk menjadi figure keluarga yang diharapkan.  Oleh sebab itu, menekuni ilmu di kelas BUnda Sayang merupakan upaya saya untuk dapat mengupgrade diri menjadi ibu yang mampu membangun budaya yang baik dalam keluarga. Karena pada dasarnya budaya dalam keluarga muncul dari sikap-sikap orang tua terutama ibu dimana sikap dan perilakunya selalu menjadi contoh bagi anak-anaknya. 

Berbicara tentang strategi menuntut ilmu, ada baiknya kita tetap terfokus pada ilmu atau bidang ilmu yang sedang kita geluti atau tekuni.  Adapun strategi menuntut ilmu yang akan saya rencanakan pada bidang yang saya tekuni adalah antara lain sebagai berikut:

  1. Fokus pada goal atau tujuan kita belajar. Jika kita focus pada tujuan, maka kita akan menikmati proses yang kita jalankan. Pada kelas bunda sayang ini, tujuan saya adalah menjadi figur yang mampu membangun budaya yang baik untuk keluarga saya terutama anak-anak. Maka saya harus konsisten menjalankan proses agar terbentuk sikap yang mendukung pencapaian akan tujuan kita.
  2. Konsisten. Budaya yang berlaku dalam suatu keluarga tidak akan terbentuk tanpa adanya perilaku yang dilakukan terus menerus atau scara konsisten. Contohnya adalah ketika kita membangun budaya disiplin di rumah, maka kita harus membiasakan ontime dalam situasi dan kondisi apapun. Semisal membiasakan disiplin gosok gigi sebelum tidur, maka kita harus melaksanakanya meski anak atau ortu dalam keadaan mengantuk dan enggan beranjak di kamar mandi. Konsisten merupakan kunci utama keberhasilan atas segala tujuan yang ingin kita capai.
  3. Melakukan perencanaan. Perencanaan bagi saya adalah suatu hal yang tidak pernah terlepas dari rutinitas keseharian saya. Setiap hari saya selalu memajang to do list yang saya tulis besar di white board. Hal tersebut semata supaya dapat mengarahkan aktivitas sehari-hari kita menjadi aktivitas yang bermanfaat dan berkualitas. Serta memudahkan kita untuk dapat focus pada tujuan yang dicapai. Dengan menulis perencanaan kita juga dapat melakukan evaluasi diri manakah kegiatan yang sering kita lewatkan, apa saja kendala-kendala yang terjadi selama pelaksanaan, dan lain sebagainya
Berdasarkan pemaparan strategi diatas, maka diharapkan saya mampu memperbaiki sikap untuk menunjang proses mencari ilmu agar berjalan dengan baik. Sejujurnya banyak sekali sikap yang semestinya harus saya perbaiki untuk menjalankan strategi ini. Salah satunya adalah konsistensi. Sebagai seorang ibu yang memiliki (mau) dua anak, dan berprofesi sebagai seorang dosen honor, terkadang saya merasa lelah untuk bisa konsisten dengan perencanaan yang saya buat. Meski waktu dan konsisinya adalah fleksibel, namun saya merasa bahwa saya harus tetap persisten untuk bisa mencapai tujuan yang diinginkan. Asalkan semua dijalankan dengan bahagia dan tidak terpaksa. Maka perlu bagi saya untuk bisa mengatur waktu dengan baik agar saya dapat konsisten menjalankan tujuan yang ingin saya capai. 

RESUME STUDI KASUS WAG DAN PEER GROUP
Sejujurnya saat diskusi di peer group saya cukup tertinggal banyak karena kondisi saya yang belum memungkinkan untuk ikut berdiskusi di dalam grup. Namun saya mencoba mengambil intisari dan menambahkan hasil dskusi dari PG 2. Diantaranya adalah: dalam proses menuntut ilmu di kelas bunda sayang, fasilitator merupakan pembimbing yang patut kita hormati selayaknya guru. Karena fasilitator sudah banyak mengorbankan waktunya demi keberlangsungan kegiatan di kelas. Oleh sebab itu sebagai peserta hendaknya kita dapat menyampaikan argument yang sopan dan baik kepada fasilitator, menjalankan prosedur yang telat disepakati bersama dengan fasilitator, serta menjalin hubungan dan komunikasi yang baik dengan fasiltator. Ada baiknya apabila kita mengalami kendala atau kesulitan kita dapat komunikasikan dengan fasilitator agar fasilitator dapat memaklumi dan memberikan masukan kepada kita selaku perserta. Hal itu juga dapat melatih kita untuk bisa berempati serta menghargai seorang pembimbing, karena pada suatu saat nanti kita akan menjadi seorang pembimbing yang dapat mengarahkan peserta didik kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik.