Baiklah, berhubung semua udah pada penasaran mengenai pro kontra
vaksinasi saya akan coba mereview dari beberapa referensi buku dan jurnal yang
saya baca. Tapi harus tau dulu ya latar belakangnya kenapa saya duper penasaran
mencari tau tentang ini, supaya kalian tahu bahwa saya bukanlah seorang dari
latar belakang dari sayap kanan maupun sayap kiri.
Saya memposisikan diri saya sebagai kubu netral karena saat ini
saya sedang ingin mencari tahu kebenaran diantara keduanya. Saya memang ikut
imunisasi sampai saat ini. Baru sekedar ikut karena memang dianjurkan
pemerintah tapi belum banyak mencari tahu tentang manfaat dan mudharat vaksin.
Namun, muncul beberapa isu terkait bahaya vaksin dan para antivaksin yang mulai
merajalela di sosial media. Saya sendiri sangat menghargai pendapat
masing-masing orang, baik yang pro vaksin maupun yang anti vaksin. Namun setiap
ada informasi yang diperoleh, ada baiknya kita wajib mencari tahu kebenaran
dari setiap berita. Apalagi berita yang diterima tidak banyak mencantumkan
referensi yang kuat. Bukankah sudah tertera dalam QS. Al-Hujarat ayat 6: “
hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengikuti keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatan itu.”
Disini saya akan mengutip beberapa statemen dan informasi mengenai
kontroversi vaksin dan tanggapan saya mengenai hal tersebut:
1. Beberapa
statemen yang menyatakan anak mereka cenderung lebih sehat tanpa menggunakan
vaksin. Anak yang diberi vaksin cenderung rentan terkena sakit dibandingkan
anak yang tidak diberi vaksin.
Dari statemen ini, yang wajib kita kritisi adalah apakah penyataan
tersebut bukan subjektif dan didukung oleh data-data yang objektif? Seperti
layaknya suatu penelitian, kita harus tahu validitas informasi yang diketahui.
Semisal jika seorang menyimpulkan hasil penelitianya dengan membandingkan anak
pertama dan anak kedua saja tentu saja hal tersebut mempunyai banyak ancaman
validitas. Bisa jadi anak pertama dan kedua memiliki riwayat kehamilan yang
berbeda meskipun dibesarkan dalam lingkungan yang sama. Belum lagi pengalaman
orang tua mendidik anak pertama dan anak kedua, misalnya saat anak pertama
orangtua cenderung lebih mawas dan berhati-hati, sehingga merasa sakit sedikit
anak segera diobati misalnya. Maka dari itu pentingnya kita mencari tahu data
yang akurat seperti jurnal penelitian sehingga kita tahu beberapa sampel yang
digunakan dalam penelitian tersebut dan lain-lain.
Selain itu, bisa jadi anak yang tidak divaksin tersebut tidak
terkena penyakit karena terlindungi dari sekelompok anak yang divaksin. Jadi
analoginya vaksin merupakan payung dalam sekelompok orang/komunitas yang memberi
manfaat proteksi bagi sekelompok orang apabila mayoritas kelompok tersebut
divaksin. Istilah tersebut dikenal dengan herd immunity (Ismail, 2014).
2.
Kurang
lebih 7 orang dari jurusan S1 medis (contoh kedokteran, keperawatan, kesehatan
masyarakat, dll) yang saya tanya apakah vaksin dikaji lebih spesifik saat
perkuliahan, atau sering dijadikan penelitian skripsi dll? mengingat vaksin
merupakan rutinitas yang selalu ada di setiap waktunya. Sayangnya informasi
yang saya peroleh masi berupa kajian pengantar. Saya mulai curiga dan
penasaran. Jika saya tidak mencari tahu mungkin saya mengasumsikan bahwa vaksin
hanya bisa diteliti oleh pihak tertentu dan dirahasiakan.
Daaan ternyata saya baru tahu, bahwa imunologi bukan suatu hal yang
mudah dipelajari, bahkan tidak semua dokter mampu menjadi ahli di bidang ini.
Itu sebabnya seorang dokter yang gagal mempelajarinya akan menentang vaksin
tersebut (Nugraha, 2014). Ingat ya, tidak semua dokter ahli di bidang ini, lalu
bagaimana kita bisa mempercayai seseorang yang bahkan bukan dari latar belakang
medis dan baru belajar beberapa bulan bahkan hari?
2. Vaksin
berbahaya karena pengawetnya terbuat dari mercury.
Bahkan vaksin menjadi salah
satu pemicu anak menjadi autis, karena pemicu autis bukan dari faktor kehamilan
saja, bahkan bisa juga dari faktor lingkungan seperti saat kecil teracuni logam
berat. Seperti kasus di Jepang yang 1 kampung mengalami gila karena makan ikan
dari laut yang sudah tercemari limbah pabrik yang mengandung logam berat dalam
konsentrasi yang tinggi.
Jawaban dari statemen diatas sangat mudah kita bantah karena sudah
sangat jelas terlampir dalam jurnal yang pernah saya review:
“Beberapa penelitian menunjukan bahwa
perkembangan autisme disebabkan oleh beberapa faktor. Ada beberapa indikasi
dimana gangguan tersebut disebabkan oleh faktor genetik. Namun, penemuan yang
paling banyak bahwa gangguan ini disebabkan oleh faktor kompleks pada masa
kehamilan. Beberapa bukti menunjukan bahwa adanya luka atau kerusakan secara
genetik pada tahap perkembangan awal kehamilan sehingga menimbulkan perilaku
autisme (Pennington, 2002). Pada umumnya, kerusakan
pada kehamilan awal disebabkan oleh virus measles-mumps-rubella (MMR). Namun
studi empirik menunjukan tidak ada korelasi antara autisme dengan pemberian
imunisasi. Penemuan ini menunjukan bahwa timbulnya autisme tidak berkorelasi
pada vaksin MMR.”
Jika memang lapisan
mercury yang bercampur vaksin berbahaya bagaimana bisa vaksin tersebut teruji
secara klinis. Padahal uji klinis vaksin itu bukan hal yang mudah karena harus
melewati berbagai fase agar aman atau mempunyai efek samping yang dapat
ditoleransi. Selain itu, jika dikorelasikan dengan kasus di Jepang, bisa jadi
Jepang sampai sekarang sudah menjadi negara Antivaksin. Sofyan dan Nurwidiya
(2014) yang merupakan kepala bidang pelayanan kesehatan FAHIMA di Jepang
menyatakan bahwa di Jepang sendiri sebagai negara maju mewajibkan vaksinasi
bagi seluruh anak-anak, termasuk warga asing. Wajib tidaknya satu jenis vaksin
berdasarkan angka kejadian penyakit di wilayang Jepang. Contohnya di jepang
Hepatitis B tidak wajib diberikan, sementara di Indonesia wajib diberikan. Jadi
setiap negara berbeda-beda karena disesuaikan dengan angka kejadian di negara
tersebut.
3. Vaksin haram hukumnya, vaksin merupakan konspirasi
dan senjata yahudi untuk melumpuhkan generasi muslim.
Kita sudah diberikan pedoman Al-Quran untuk
mengeksplorasi alam semesta ini seperti dalam QS. Ali Imran 190-191. Hasil
eksplorasi alam semesta itulah ditujukan untuk kebaikan umat manusia itu
sendiri dan sekaligus untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Vaksin sebetulnya
sudah lama diterapkan pada muslim Turki pada abad 18 yang memiliki kebiasaan
menggunakan nanah dari sapi untuk penderita penyakit cacar sapi. Hal tersebut
kemudian dibawa ke Inggris, lalu diteliti dan dipublikasikan sehingga vaksin
semakin berkembang pesat. Beberapa ulamapun memberikan fatwa bahwa vaksinasi
diperbolehkan seperti Syaih Abdul Aziz bi Baz dari Saudi, DR. Yusuf
Al-Qaradhawi ulama dari Qatar. Negara di timur tengah yang mayoritas
pendudukanya muslimpun mewajibkan imunisasi di negaranya seperti Arab Saudi,
Mesir, dll (Yanuarsno, 2014). Jika ada yang menuduh vaksin sebagai konspirasi,
hal yang sangat perlu dicermati adalah: bisa jadi hal yang engkau percayai itu
justru merupakan konspirasi “mereka” untuk melemahkan generasi kita supaya kita
terus merasa ketakutan, menjadikan kita menjadi bodoh, dan malas menuntut ilmu.
Itu yang menjadi garis bawah dan perlu kita renungkan
Jadi kesimpulanya setelah saya mencari jawaban dari
rasa keingintahuan saya adalah apakah saya kemudian menjadi pro vaksin atau
anti vaksin? Jawabanya itu merupakan keyakinan saya dan orang lain tidak perlu
ingin tahu pilihan saya. Kenapa seperti itu? karena saya sadar, saya hidup
dalam masyarakat kolektif, dimana kita paling suka ngikut yang paling banyak
pengikutnya dan ngikut yang lagi ngetren. Kemudian itu menjerumuskan kita untuk
malas cari tahu hal yang sebenarnya. Seperti QS. Al-Alaq; iqra` bacalah, cari
tahulah, jangan berpangku tangan pada satu orang. Setiap orang mempunyai
kesadaran untuk meluruskan berita dari orang fasiq, bukan ikut terjerumus pada
kefasiqan. Apa yang saya ditulis diataspun bahkan belum tentu benar 100 persen.
Maka masing-masing dari kita diwajibkan untuk banyak mencari tahu dan belajar
seluas-luasnya. Usiikum Waiyaya.
Ditulis oleh:
Tsurayya Syarif Zain (bukan ahli medis. Cuman ibu
rumah tangga biasa yang mereview refrensi yang diperoleh).
Daftar Pustaka;
Eric A.
Zillmer, Mary V. Spiers, William C. Culbertson (2008). Principles of
Neuropsychology, Second Edition. Thomson Higher Education: Belmont, USA
Jeste, Shafali
(2011). The Neurology of Autism Spectrum Disorders. NIH Public Access.
Published in final edited form as: Curr Opin Neurol. 2011 April ; 24(2):
132–139. doi:10.1097/WCO.0b013e3283446450.
Ismail,
dkk (2014). Kontroversi Imunisasi; Kumpulan Tulisan 33 Ahli; Dokter, Pakar
kesehatan, dan Pakar Syariah. Jakarta: Pustaka Al Kautsar