Thursday 20 December 2018

GAYA BELAJAR ANAK: MITOS ATAU FAKTA?

Sejauh ini, khususnya dalam ranah psikologi gaya belajar memang masih banyak diperdebatkan terkait pengaruhnya terhadap proses pembelajaran. Apakah benar kita memiliki gaya belajar tertentu? Atau apakah gaya belajar memang mempermudah anak dalam belajar dan berpengaruh terhadap pembelajaran yang bermakna? Benarkah anak yang sudah terarahkan gaya belajarnya cenderung kemampuan prestasinya lebih baik dibandingkan anak yang sama sekali belajar tanpa terpaku pada gaya belajar tertentu? Apakah anak yang cenderung memiliki gaya belajar auditory nantinya tetap tidak mau mencoba belajar dengan menggunakan gaya belajar lain? Dan lain sebagainya.

Yuk mari mulai kita pelajari satu persatu.
Merujuk pada buku Quantum Learning, dalam gaya belajar ada dua kategori utama bagaimana kita belajar yaitu:
1. Cara menyerap informasi ( modalitas )
2. Cara mengatur dan mengolah informasi ( dominasi otak)

Maka gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap, kemudian mengatur serta mengolah informasi. Jadi jika kita mengenali gaya belajar sendiri, maka kita dapat membantu diri sendiri dan anak kita untuk belajar lebih cepat dan mudah.

Nah, sekarang kita cari tahu yuk bagaimana proses mental kita bekerja dalam mengolah informasi?

Berdasarkan teori pengolahan informasi tentang modal memori dua-penyimpanan (Atkinson & Shiffrin) mengemukakan bahwa informasi bermula ketika sebuah input stimulus (ex: visual, auditori) mengenai satu atau lebih bagian panca indera (bisa penglihatan, pendengaran, peraba) yang disebut dengan register sensorik. Nah, register sensorik yang kena tadi kemudian disimpan dalam bentuk rekaman indrawi. Dari rekaman itulah terjadi proses pengenalan pola atau dikenal dengan persepsi. Kemudian persepsi diolah dalam working memory kemudian integrasikan ke dalam prior knowledge.

https://www.researchgate.net/figure/The-offered-MemoryX-architecture-consisting-of-a-working-memory-and-a-long-term-memory_fig3_269111443

Tapi kenyataanya, ketika kita belajar tentunya informasi yang diperoleh cenderung lebih kompleks, lalu gimana jika semua informasi tersebut dapat kita serap secara keseluruhan dengan mudah? 

Ada beberapa alternatif-alternatif dari dua model penyimpanan salah satunya adalah level aktivasi. Dalam model ini mengatakan bahwa kita bukan memiliki struktur memori yang terpisah, tetapi satu memori dengan kondisi aktivasi yang berbeda. Meskipun kondisi aktivasinya berbeda, namun dalam proses bagaimana seseorang itu mengolah informasi tetaplah register sensorik ketika menangkap input stimulus bekerja bersama-sama bukan dominan pada register tertentu (Schunk, 2012).

Nah, setelah kita tahu bagaimana proses mental kita mengolah informasi, mari kita kembali ke pertanyaan selanjutnya jadi apakah benar Gaya belajar itu Ada Dan mempermudahkan anak dalam belajar?


Penelitian mengenai gaya belajar telah dilakukan para ilmuwan selama bertahun-tahun. Selama lebih dari 50 tahun, teori mengenai gaya belajar ditemukan mengenai bagaimana masing-masing orang belajar dengan cara yang mereka sukai. Banyak sumber yang menemukan akan pentingnya mengamati gaya belajar anak dalam proses belajar belajar dan upaya dalam mendesain kurikulum. Ribuan sekolah di seluruh dunia sudah banyak menerapkan gaya belajar untuk menilai cara belajar yang anak sukai untuk menentukan metode mengajar yang tepat bagi mereka. Hal ini diharapkan agar anak mudah memahami pelajaran dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. 

Ribuan sekolah di seluruh dunia sudah banyak menerapkan gaya belajar untuk menilai cara belajar yang anak sukai untuk menentukan metode mengajar yang tepat bagi mereka

Penelitian yang dilakukan Coffield et al pada tahun 2004, dimana peneliti menyajikan lebih dari 70 instrumen untuk membuktikan adanya gaya belajar, dan hasillnya menunjukan bahwa tidak ditemukan bukti kuat untuk mendukung keberadaan gaya belajar.

Penelitian yang dilakukan oleh Paul Howard-Jones (2014) dengan mengambil sampel guru dari 5 negara menemukan bahwa 93% guru di Inggris menyetujui bahwa murid akan belajar dengan baik jika diajar sesuai dengan LS mereka. Namun temuan tersebut belum memperkuat seberapa efektifkah perancangan kurikulum yang didesain berdasarkan gaya belajar anak untuk hasil belajar yang lebih baik.

Permasalahanya adalah bukan pada apakah gaya belajar itu ada melainkan apakah belajar sesuai dengan gaya yang lebih disukai bisa membuat perbedaan. Beberapa ulasan hasil studi yang dipublikasikan pada tahun 2008 (Pashler, et al), menyimpulkan bahwa masih sedikit penelitian-penelitian gaya belajar yang didesain dengan studi komparatif untuk mengetahui perbedaan anak yang belajar dengan LS dan yang tidak. 
     
Penelitian yang dilakukan oleh pakar psikologi di Universitas California, San Diego dalam jurnal Psychological Science in the Public Interest menemukan bahwa orang lebih menyukai untuk mempresentasikan informasi yang diperoleh dengan berbagai macam cara, dan mereka menemukan bahwa tidak terbukti bahwa mencocokan model presentasi ke gaya belajar yang disukai dapat berpengaruh terhadap prestasi dan performasi mereka dalam belajar.

Penelitian menemukan bahwa tidak terbukti bahwa mencocokan model presentasi ke gaya belajar yang disukai dapat berpengaruh terhadap prestasi dan performasi mereka dalam belajar.

Penelitian yang dilakukan oleh Newton dan Miah (2017) yang mensurvey 114 akademisi di sekolah Inggris menemukan bahwa persepsi guru tentang perlunya gaya belajar siswa sebesar 58% namun cenderung lebih rendah dari pada penelitian serupa sebelumnya dan penelitian dalam beberapa tahun terakhir. Responden yang menggunakan Gaya Belajar (33%) jauh lebih rendah daripada mereka yang mengaku percaya pada mereka menggunakan. Namun, 32% responden menyatakan bahwa mereka akan terus menggunakan gaya belajar pilihan mereka meskipun kurangnya bukti dasar untuk mendukung efektfitas gata belajar itu sendiri.

Bahkan belakangan ini, para pakar psikologi lain kembali meninjau tentang gagasan mengenai gaya belajar. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan membandingkan kelompok dengan pilihan gaya belajar dan kelompok yang tidak diarahkan gaya belajarnya. Hasilnya kembali tidak terbukti eksistensi mengenai gaya belajar berpengaruh terhadap meaningful learing dan hasil belajar. Dalam penelitian ini juga menjelaskan bahwa akan menjadi susah apabila belajar dengan gaya tertentu saja, contohnya mempelajari geografi dan seni tanpa presentasi visual meskipun gaya belajarnya cenderung ke auditori. 


Terus gimana, apakah betul anak memiliki gaya belajar tertentu? Perlu gak kita mengamati dan menentukan gaya belajar anak?

Hammond (2016) mengulas hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2015. Suatu studi yang menarik di mana anak-anak diberi kesempatan untuk belajar di luar ruangan dimana semua gerak aktivitas anak dipantau melalui alat pelacak GPS. Gaya belajar masing-masing anak dinilai mulai dari awal dan banyak anak yang proses belajarnya sesuai dengan gaya tertentu. Murid dengan gaya belajar kinestetik yang paling banyak bergerak selama di luar ruangan, murid visual mengambil banyak foto, dan murid auditori lebih banyak berbicara selama diskusi. Hal ini membuktikan bahwa belajar dengan gaya belajar yang disukai setidaknya memberikan implikasi bagaimana cara kita bertindak di dunia nyata meski tidak diketahui apakah dengan menentukan gaya belajar tersebut dapat mengubah hasil belajar yang mereka harapkan. 

Dalam proses pengolahan informasi juga dijelaskan bahwa saat belajar indra dan kinerja saraf dalam otak kita tidak bekerja sendiri. Saat kita mendengarkan sesuatu dengan fokus, proses visual kita tidak berhenti sampai disitu.Bahkan membaca merupakan tindakan yang lebih dari sekedar proses visual. Berbagai bagian di otak dikerahkan saat berimajinasi dan merefleksikannya pada pengalaman-pengalaman kita sendiri. 

membaca merupakan tindakan yang lebih dari sekedar proses visual. Berbagai bagian di otak dikerahkan saat berimajinasi dan merefleksikannya pada pengalaman-pengalaman kita sendiri.

Selain itu, mengajar siswa dengan gaya belajar tertentu secara tidak langsung dapat menahan perkembangan kreativitas siswa dalam proses belajar. Bahkan saat kita dewasa kita perlu belajar dengan gaya belajar yang berbeda-beda. Lebih dikhawatirkan lagi, menggolongkan gaya belajar siswa dapat memunculkan stereotip pada diri mereka sendiri. Murid yang merasa bahwa gaya belajar auditori dan visualnya rendah justru menganggap membaca buku dan mendengarkan penjelasan orang lain tidak berguna baginya dan cenderung ia hindari. Ada juga contohnya seorang murid yang sulit belajar dengan membaca karena pilihannya pada gaya belajar kinestetik, kesulitan mereka mungkin akan dimaklumi oleh guru bukannya ditelaah dan ditindaklanjuti.

Jadi kesimpulanya, kita boleh mengamati gaya belajar anak dan memberikan mereka fasilitas sesuai kebutuhan gaya belajar yang ia sukai. Namun, jika anak tiba-tiba merasa nyaman dan beralih ke gaya belajar lain, ada baiknya kita memaklumi karena bisa jadi anak belajar mengembangkan kemampuan kreativitasnya. Tidak disarankan jika gaya belajar yang ditentukan memunculkan stereortip dalam diri anak. Anak cenderung tidak berusaha membaca karena merasa ia lebih mampu belajar dengan gaya kinestetik. Lalu kita tidak mendorong mereka untuk melakukan inisiatif dalam belajar sehingga anak akan cenderung stagnan dan tidak melakukan improvisasi dalam belajar. 




Lalu apa yang dirasakan saat mengamati gaya belajar anak pada tugas level 4 ini?

Games Level 4 mengenai gaya belajar ini merupakan games yang sejatinya paling menantang bagi saya. Bukan hanya dalam segi pelaksanaan saja, melainkan juga dalam segi kajian teoritik. Bahkan dengan adanya tugas bunda sayang ini, saya lebih banyak belajar untuk mendalami materi LS (learning style). Tugas bunsay mendorong saya untuk banyak berdiskusi dengan teman, kembali membaca buku dan jurnal, serta memotivasi saya untuk terus mengupgrade ilmu meskipun saat ini saya sudah lulus secara akademik dan menjadi ibu rumah tangga.Thanks a lot :)
 
Yang saya rasakan adalah kepuasan. Saya mengamati bahwa archy belajar dengan berbagai macam gaya dalam aktivitas tertentu. Ia menjadi auditori karena sering sekali belajar sambil mendengarkan saya menyanyi karena sejak dari kandungan saya selalu mengajaknya belajar sambil bernyanyi. Ia menjadi cenderung kinsetetik ketika ia perlu mempraktekan yang sekiranya memang dibutuhkan praktek saat mempelajarinya seperti merasakan bagaimana proses gravitasi maka ia menjatuhkan diri ke benaman guling dan bantal, dan lain sebagainya. Terkadang iapun menjadi tipe anak visual yang cenderung lebih senang mengamati apa yang orang lain lakukan.

Kepuasan lainya juga saya rasakan ketika belajar dan memahami bahwa meskipun dalam suatu penelitian pasti ada keterbatasan dan kekuranganya, namun dunia sains tidak akan pernah terlepas dari adanya penelitian. Kita harus menghargai bahwa peneltian merupakan upaya para ilmuwan untuk membuktikan teori-teori yang sudah ada, mengingat informasi dan kemajuan teknologi semakin berkembang pesat. Begitu pula dengan perilaku manusia seperti perilaku belajar yang senantiasa dinamis sehingga diperlukan pengujian dan peninjauan ulang untuk mengevaluasi bukti yang menyebabkan kesimpulan tersebut diambil.

Referensi:

Coffield, F., Moseley, D., Hall, E., and Ecclestone, K. (2004). Learning Styles and Pedagogy in Post 16 Learning: A Systematic and Critical Review. The Learning and Skills Research Centre. Available at: http://localhost:8080/xmlui/handle/ 1/273 


Burns, Jason. (2016). Do Learning Styles Exist? https://edwp.educ.msu.edu/green-and-write/2016/do-learning-styles-exist/
Schunk, Dale. (2012). Learning Theories: An Educational Perspective. New York: Pearson Education Inc

Pashler, H., McDaniel, M., Rohrer, D., and Bjork, R. (2008). Learning styles:concepts and evidence. Psychol. Sci. Public Interest 9, 105–119.doi: 10.1111/j.1539-6053.2009.01038.x

Newton, M. & Miah, M. (2017). Evidence Based Higher Education: Is the Learning Styles "Myth" Important?. Frontier Psychology: volume 8, article 444. 

Hammond, Claudia. (2016). Do We Have a Preffered Style of Learning?. http://www.bbc.com/future/story/20161010-do-we-have-a-preferred-style-of-learning



Thursday 6 December 2018

SEHAT DAN BAHAGIA MENJADI STAY AT HOME MOM

Dulu aku tuh suka panas kupingnya kalau ada ibu rumah tangga ngeluh ini dan itu. Terlebih kalo udah nyinyirin ibu-ibu berkarir yang gak bisa full membersamai anak lah, ini lah itu lah. Yaudah lah, jalanin aja sih toh semua punya bertanggung jawab masing-masing atas keputusan pilihanya. Toh kan enak yang jadi IRT masih bisa leyeh-leyeh. Anak tidur bisa ikutan tidur. Nonton telenovela sepuasnya sambil ngemil keripik dan kipas-kipas santai. Terus kenapa sih harus pake mengeluh segala, kenapa sih kudu nyinyir orang lain segala. Itu pas aku belum ngerasain jadi stay at home mom jadi bisa semudah itu bibir gue nyinyirin balik para SAHM. Dan...ketika sekarang aku berada di posisi mereka...benar-benar gak kerja di ranah publik sama sekali...apa yang terjadi? Huaaaa...rasanya pengen nyakar-nyakar tembok sambil gelesotan di lantai. Ya Rabbi...kayak gini ya rasanya. Pantes aja kadang para IRT itu mengeluh tak berdaya. Pantes aja mereka sekuat tenaga butuh pengakuan kalo meski gak bekerja mereka gak kalah sama yang kerja di luar sana. Nah dulu gampang banget ya mak bibirmu berkata apa, sekarang kamu nyari alasan dengan alibi PANTESAN halah..basi mak. Pencitraan koe (nuding idung pesek) hiks hiks.

Aku jadi ngerti deh kenapa menjadi SAHM itu rentan terhadap tekanan fisik maupun psikis. Gak semudah yang dibayangin cuy. Apalagi yang segala sesuatunya dikerjain sendiri tanpa ada asisten rumah tangga. Dulu pas masih punya Archy, kerjaan rumah udah dikerjain sama ART. Masih bisa ngajar juga meski cuman jadi Dosen LB yang kerjanya cuman ngajar gak pakai ngantor. Masih bisa nongki-nongki cantik juga sama temen karena semua urusan rumah beres. Cucian beres, setrikaan beres, semua beres. Paling tinggal masak sambil nyiapin bekal makan siang suami. BERES DEH..sambil kibas-kibas tangan. 

Eh baru tau ternyata ceritaku tadi bukan TAMAT tapi BERSAMBUNG. Baru waktu melahirkan Aisyah (anak kedua), ART tiba-tiba mendadak resign. Kelewatan banget nih ART, keluar disaat waktu yang gak tepat. Disaat riweh-riwehnya ngurusin new born baby. Belum lagi Archy lagi proses toilet training ngompol sana-sini. Ditambah pula dia lagi cemburu-cemburunya punya adek. Nangis sampe tantrum. Cucian menggunung, piring kotor berserakan, setrikaan udah kayak sayuran urap tinggal dicocol sambel sama krupuk. TIDAAAAAAKKKKKKKK...kamera mana kamera. Tolong di zoom muka saya yang merana ini. Sungguh menyedihkan sungguh..kalo seandainya anak-anak itu gak hobi niruin kelakuan ortunya, INGIN RASANYA AKU MENGUMPAT. Kalo dulu meski jadi SAHM tapi masih keluar ngajar sehari dua hari, itu berasa jadi ME TIME lah dari kepenatan urusan rumah tangga. Tapi setelah melahirkan anak kedua, aku putuskan buat cuti total karena anak masih bayi-bayi gak ada yang ngurusin. Entah sampai kapan. Berarti sekarang totally being SAHM. TOTALLY gaesss...TOTALLY. 

Mak,bun, mi...dari kepenatan mengurus rumah tangga itulah kita gak cuman merasakan kelelahan fisik, tapi juga kelehahan psikis. Setelah mulai bisa beradaptasi melakukan pekerjaan rumah tanpa ART, tiba-tiba aku mulai ngerasain rasa jenuh, bosan, tak berguna, ah entahlah. Perasaan mulai campur aduk sana sini. Ngelirik tetangga lagi siap-siap berangkat kerja, dan aku masih dasteran. Bau gumoh bayi campur bau telor gosong. Jilbab bergok dipakainya gak simeteris sama wajah karena suka ditarik-tarik sama anak. Mata cekung, tangan kasar. Pas tangan dicium, alhamdulillah masih wangi sabun cuci. BERSYUKUR

Tiba-tiba jadi kepikiran, kayaknya ada yang salah deh dari semua ini. Kayaknya aku yang salah tafsir menjalani kehidupan sebagai SAHM. Belum lagi, aku kok jadi gampang sakit-sakitan semenjak jadi SAHM. Ya migrain lah, magh kambuh, eh giliran diajakin suami jalan kok sembuh (alibi). Kalo caraku kayak gini, aku bakal menurunkan kualitas diri dan makin mencoreng stigma tentang SAHM. Dan yang terpenting adalah jadi SAHM harus ekstra sehat jasmani dan rohani. Karena kalo kita sakit, lumpuh sudah segala urusan rumah tangga. Akhirnya aku mulai evaluasi diri dan melakukan berbagai macam hal buat mantain my mental and physical health as a stay at home mother. Alhamdulillah sekarang udah semakin sehat dan bahagia lagi..yeaaaayyyy.

Dari pengalamanku menjadi SAHM dan upayaku untuk menjadi SAHM yang sehat dan produktif, aku ingin share beberapa tips menjadi SAHM yang sehat dan bahagia:

THINK and DO Positive Things
Salah satu upaya do positive thing: sharing parenting 

Menurutku, think negative itu adalah akar dari segala macam penyakit. Mulai dari penyakit fisik sampai penyakit hati. Jadi gimana caranya sebisa mungkin hidup kita itu dipenuhi oleh pikiran-pikiran positif. Kalo ngelamun pun ngelamunlah yang positif, jangan yang negatif. Entar ngeres pikiranya wkakaka. Apa aja sih yang bisa emak-emak lakukan buat THINK POSITVE?
Bersyukur. Bersyukur itu ternyata bisa mengalirkan energi yang membuat kita menjadi positif dalam segala hal. Dengan bersyukur kita jadi tahu bahwa Allah sudah memberikan begitu banyak nikmat kepada kita sehingga kita gak sempat lagi buat mengeluh bahkan berpikiran buruk. Kita bisa membuat jurnal syukur sebelum tidur tentang apa saja kejadian yang patut kita syukuri setiap hari. Misal bersyukur anak kita sehat, kita sehat. Dari pada kita tulis “hari ini rumah berantakan, anak rewel, cucian belum kering malah hujan” mending ganti dengan menulis “rumah berantakan, tapi alhamdulillah dengan itu anak jadi eksploratif, daya imajinasinya berkembang. Cucian belum kering, tapi alhamdulillah masih ada air buat nyuci”. 

Terus untuk DO POSITIVE THING yang bikin SAHM makin bangga dengan segala aktivitasnya apa aja donk?
Apa saja yang dilakukan dengan senang hati dan bermanfaat, syukur-syukur bisa menghasilkan uang. Misal nyobain menu masakan baru, berkebun, dekorasi rumah, apa aja lah yang bisa menginspirasi. Apalagi yang kita lakukan sejalan sama hobi kita. Misal suka nulis, terus bikin blog. Ikutan lomba blog. Eh dapet duit. Atau suka baking. Rajin nyobain resep baking. Share di sosmed, terima order. Dapet duit juga. Yang terpenting kita gak lalai sama tugas utama kita untuk mendampingi tumbuh kembang anak. Dan yang terpenting semua dilakukan dengan senang hati bukan karena keterpaksaan ya mom. Kalo bingung mau ngelakuin apa aja bisa loh tiap hari buat rencana kegiatan yang pengen kamu lakuin. Misal hari ini kamu mau belajar bikin nugget, selasa kamu pengen buat komposter sama anak, dan lain sebagainya.

JANGAN TERPAKU PADA TARGET URUSAN RUMAH
Rumah lagi rapi karena mood lg baik

Harapan Kita sih rumah bisa selalu kinclong setiap hari. Mulai dari urusan dapur, setrika, ngepel, nyapu, semua beres res res. Eh pas udah pasang target tiba-tiba anak rewel. Terus ditinggal dikit si mbak gangguin adek sampe nangis sesenggukan. Giliran udah anteng si dedek bayi minta nenen. Begitu seterusnya kayak urusan rumah tangganya viki prasetio. GAK KELAR-KELAR. Terus kita gemes keipikiran harusnya udah beres ini itu tapi badan udah capek mata sudah terkantuk-kantuk. Yaudah sih ngapain juga harus seNGOYO itu. Di kelas institut ibu profesional, kita selalu diajarkan untuk selalu menjaga kewarasan terutama bagi yang masih memiliki anak bayi macam saya. Turunkanlah standar dan berdamailah dengan diri untuk masalah urusan rumah tangga. Kalo gak sempet setrika baju anak, yaudah dilipet langsung aja abis dijemur kan bisa. Kalo gak sempet masak yaudah sesekali beli makan ya gapapa. Kalo gak sempet ngepel yaudah yang penting udah disapu. Gitu loh santai aja mak gaess, kita ini bukan mesin. Kita ini pentolanya negara jadi otak sama raga kudu sehat jangan terlalu diforsir. Apalagi yang gak punya ART macam saya. Bikin daily planning ya gapapa, cuman gak usah ditarget kudu dikerjain semuanya ya. Please love ur self ya mak, kamu begitu berharga bagi anak-anakmu dibandingkan terlalu lelah mengurusi urusan yang bisa dikerjakan di lain waktu.

MENJALIN PERGAULAN POSITIF


Ini kayaknya catetan penting buat SAHM. Terlebih yang punya tetangga yang hobi nyinyirin orang lain. Please jangan sampai kita masuk ke momzone mereka. Ada banyak cara buat kita bergaul sama tetangga. Misal kasih makanan berlebih, ngobrol sekedarnya, ikutan arisan, tanpa perlu nimbrung mereka ngomongin si A dan si B. Ini kayaknya udah jadi nasehat turun temurun dari orang tuaku soalnya heehe. La kalo semua tetangga kayak gitu gimana donk? Ya cari tetangga yang kurang lebih sepersepsi sama kita dalam hal mendidik anak misalnya. Atau yang punya hobi serupa dengan kita jadi bisa sharing satu sama lain. Asalkan dengan catatan bisa saling sharing hal-hal yang bermanfaat. 

Kalau susah dan gak ada sama sekali, ya ikutan komunitas. Kan banyak komunitas yang mewadahi para SAHM macam saya. Misalnya ikutan komunitas playdate buat ngisi kegiatan anak kita, komunitas Ibu profesional untuk belajar mendidik anak secara praktis, komunitas baking bagi yang suka masak, komunitas berkebun, komunitas home decor, dan lain sebagainya. Semua komunitas itu kan terjalin karena adanya kesamaan persepsi dalam suatu hal. Jadi selain menambah link pertemanan, pun kita juga mendapatkan hal baru dari sharing dan kegiatan yang dilakukan bersama. Tapi juga pintar milih-milih komunitas yang mana sesuai dengan kepribadian kamu. Contohnya dulu aku pernah tergabung dalam komunitas cewek-cewek sosialita. Banyak kegiatan yang kita lakukan bareng-bareng, tapi ternyata kompetisi dalam gaya hidup antar sesama anggota sangatlah tinggi. Misal pada pamer tas branded ini itu, sementara kita gak biasa dengan life style macam itu yang semuanya dipatok dengan ukuran brand. Yaudah cari komunitas lain aja, sebelum kita terjebak untuk memaksakan diri seperti mereka lalu ujung-ujungnya kita malah menghabmbur-hamburkan uang suami untuk hal yang bermanfaat.Intinya pegang aja pepatah ini” kalau kita bergaul sama penjual minyak wangi, amaka kita ikutan bau wangi. Tapi kalo kita bergaul dengan seorang pandai besi, maka kita kurang lebih sama dengan si tukang pandai besi itu”

MAKAN SEHAT DAN OLAHRAGA TERATUR

SAHM juga perlu olahraga paling tidak 5 sampai 10 menit. Lah kalo ngepel kan juga olahraga. Iya tapi ngepelmu dengan posisi membungkuk itu namanya bukan olahraga. Olahraga itu kan menggerakan anggota badan dengan cara yang baik dan benar, dan tentunya efeknya badan kita semakin sehat dan bugar. Kita juga bisa loh olahraga bareng anak bayi. Misal yoga bareng anak, sit up sambil anak mainan diatas kita, dan itu rasanya lebih fun dibandingin olahraga sendirian. Makan sehat juga perlu buat menjaga stamina tubuh SAHM. Bangun tidur jangan lupa minum yang hangat, kalo mau lebih sehat minum air perasan jeruk nipis dan madu bagus untuk stamina kita. Sayur dan buah juga penting, dan juga minum air mineral 8 gelas per hari okay

PEBANYAK BERDOA DAN MENINGKATKAN SPIRITUALITAS

Ini nah yang terpenting dari segala yang terpenting. Self healing terbaik itu yang mendekatkan diri kepada Allah. Apalagi kalo lama-lama nifas sampe 60 hari, rasanya kok pengen banget cepet-cepet curhat dalam sujud-MU. Karena Allah jugalah yang mengatur semua kehidupan dan takdir kita. Mungkin saat ini aku disuruh cuti biar bisa banyak waktu membersamai anak-anak. Mungkin juga Allah bakal tetep meridhoi cita-citaku sebagai dosen kelak kalau anak-anak udah agak gedean dikit. Segala upaya atas kemungkinan itu aku jadikan mindset supaya lebih lapang dada menjadi seorang SAHM. So dont worry be happy. Allah knows waht is the best for you and when its best for you to have it.

Nah, semoga dari semua tips itu kita bisa jadi SAHM yang produktif dan sehat baik secara jasmani dan rohani. Please maintain ur health because you are precious and you are not allowed to be hurt mom💕