Monday 24 October 2016

A SHORT GUIDANCE FOR A NEW MOM ( PANDUAN SINGKAT UNTUK IBU PEMULA)

KEPANIKAN PARA IBU PEMULA
Bagi para ibu yang memiliki anak pertama, pastinya ngerasa panik menghadapi masalah-masalah baru baik pada masa kehamilan, melahirkan, maupun setelah melahirkan. Mau baca buku yang katanya ngatasi panik kek, nanya orang berpengalaman kek, pastinya tetep aja ngerasa panik. Bagi saya sih boleh-boleh aja asal masih dalam batasan wajar. Untuk mengatasi rasa panik itu, saya banyak membaca buku yang bisa memberikan saya informasi yang akurat. Kakak saya sampai bilang saya itu miss guidance. Apa-apa harus merujuk ke buku. Ya emang, menurut saya gak ada salahnya berikhtiar dengan membaca banyak referensi untuk menjadi ibu yang lebih baik. Tapi saya gak cuman berpedoman sama buku aja, tetep interview ke significant other (ceilah) selalu saya lakukan untuk mengatasi kepanikan saya. Nanya-nanya ke orang itu juga harus bisa memilah milih, makanya saya biasanya nanya lebih dari satu orang. Disisi lain  nanya ke orang bisa menjadi sosial support untuk kita dan juga bisa menjadi perusak mood kita kalo yang ditanya malah ngejudge dan cenderung songong hahahaa..Santai bu-ibu, being a new mom have to be happy even more.


Sebenernya ini terlalu lebay kalo disebut sebagai pedoman, karena kayaknya jauh dari kriteria kata pedoman hahaha..gak papa lah biar menarik para pembaca. Yang jelas saya cuman ingin menceritakan beberapa kepanikan saya yang sepertinya menjadi kepanikan umum bagi ibu-ibu yang lain beserta solusinya.
1.     MELAHIRKAN NORMAL ATAU CAESAR?
Yang jelas, semua yang berproses secara alami sudah dibuat sedemikian rupa oleh Allah agar bisa bermanfaat untuk makhluknya. Ada yang ingin melahirkan secara alami, namun terpaksa harus caesar karena beberapa alasan tertentu. Disisi lain, ada juga yang merencanakan caesar lantaran orang tuanya yang menginginkan anaknya lahir pada tanggal yang spesial misalnya. Sengaja dibuat pada tanggal 9 bulan 9. Saya yakin itu yang kepengen bukan anaknya, tapi orang tuanya (ngaku nggak). Tapi terlepas dari itu semua, keinginan ibu untuk melahirkan normal meskipun harus caesar tetaplah menjadi keinginan yang mulia. Jadi saya disini tidak akan menjudge atau meng underestimate mereka yang belum bisa melahirkan normal. Wong saya juga melahirkan pake dipacu. Bagi saya udahlah, yang lalu biarlah berlalu. Yang terpenting kan kedepanya. Jadi sama-sama kita belajar memperbaiki diri untuk masa depan kita nanti.
Berdasarkan cerita teman saya yang kebetulan menjadi guru anak kebutuhan khusus, ada anak yang memiliki delay yaitu keterlambatan perkembangan karena kemampuan sensorinya tidak sesuai dengan usia mentalnya. Orang tua anak tersebut menceritakan bahwa salah satu dampak keterlambatan itu adalah kronologi melahirkan caesar. Saat melahirkan normal, bayi keluar pada tempatnya akan mendapatkan sentuhan sensori secara alami dari jalan keluarnya. Jadi bayi dapat pijatan alami waktu melahirkan dari ujung kepala hingga ujung kaki untuk mestimulus kemampuan sensorinya. Sementara saat melahirkan caesar bayi tidak mendapatkan reflek alami tersebut.  Melahirkan dengan dipacu juga bisa memiliki resiko bayi mengalami trauma karena kondisi saat dipacu bayi merasa dipaksa untuk keluar melalui stimulus induksi. Pada dasarnya bayi lahir membawa naluri kapan ia akan keluar dari perut ibunya. Jadi gak usah dipaksa-paksa keluar. Saya tekankan apa yang ada di cerita tersebut sifatnya kasuistik ya. Saya tidak mengatakan bayi caesar atau induksi secara general akan mengalami itu. Mudah-mudahan saja tidak ada dampak yang serius dari itu semua. Amin. Selain itu melalui persalinan normal kita bisa minta Inisiasi Menyusui Dini kepada perawatnya. Sudah tahu kan manfaat IMD apa, sudah pernah saya tulis ya di tulisan sebelumnya. Yang jelas, semua ibu harus memiliki cita-cita melahirkan normal demi kebaikan sang buah hati, bukan merencanakan untuk melahirkan tidak secara normal demi keinginan orang tuanya, bukan anaknya.

2.    PERSALINAN YANG LANCAR.
Waktu saya melahirkan Archy, ibu saya memuji-muji saya. Nak, kamu hebat ya melahirkan gak nangis, gak kesakitan, gak jerit-jerit. Kata ibu, proses persalinan saya adalah proses yang tercepat karena tidak memakan waktu yang lama, cukup satu kali mengejan si Archy udah keluar (ini versi emak saya loh). Hahahaaa..kibas jilbab sambil ketawa nyengir. Kalo sakit sih jujur emang gak sakit waktu proses mengeluarkanya, tapi waktu diinduksi jangan tanya deh, SAKITTTTTT SEKALI!! tulang punggung rasanya mau copot. Badan keringat dingin rasanya mau pingsan. Bahkan saya sempat minta perawat buat copot infus induksinya. Lambaikan tangan ke jendela wkwkw. Tapi waktu abis dicopot, saya tanya sama perawatnya,
 “Mbak, kalo saya gak mau diinduksi, biasanya dokternya bilang apa?”
“ya paling dokter nawarin cs mbak...”
“ooo....bunder”
Denger mbaknya bilang gitu saya langsung tengah malam telpon Mumun temen saya yang kebetulan punya kondisi yang sama. Gile nih bumil, tengah malah gangguin busui dan anaknya tidur. Gak sopan banget ya gue hahaha. Tapi untung si mumun dengan baik hati mau mendengarkan keluh kesah saya. Singkat cerita, akhirnya saya mau dipasang lagi infus induksinya dan 2 jam kemudian saya sudah di ruang bersalin. Proses persalinanpun hanya memakan kurang lebih 10 menit. Saya mengejan cuman sekali untuk mengeluarkan Archy, mengejan lagi untuk mengeluarkan ari-ari di dalam perut. Beres deh.

Bagi ibu-ibu yang pengen persalinan yang mudah seperti itu, beberapa tipsnya adalah:
a.    Untuk menahan rasa sakit, jangan rasain sakitnya. Alihkan ke hal lain seperti membayangkan yang indah-indah. Bayangin anak kita terlahir lucu-lucunya. Minta suami mendampingi selama proses berlangsung. Kalo inget perjuangan suami saya selama menemani prosesnya, rasanya terharu banget. Ya tanganya sampe pegel lah gara-gara gak berhenti ngelus-elus punggung saya, ya kena muntahan saya lah, dan masih banyak lagi. Ternyata mengelola mindset itu kunci utama saat melahirkan. Pikiran harus tenang, inhale exhale. Atur nafas, buat kondisi emosi kita senormal mungkin. Bahkan untuk bisa membuat emosi saya semakin baik, saya bela-belain manggil temen saya buat di hypnoterapi, biar makin stabil emosinya. Usaha harus totalitas donk sist hehe.
b.    Selalu siap sedia kurma menjelang persalinan. Nutrisi makanan juga berpengaruh loh pada stamina ibu melahirkan. Saya makan kurma sebelum dan setelah bersalin. Setelah bersalin kita mengeluarkan darah yang sangat banyak. Saya sampai mau pingsan waktu berdiri mau ke kamar mandi. Saya minta suami untuk memberi saya kurma dan teh hangat. Alhamdulillah gak jadi pingsan.
c.    Jangan males olahraga bu ibu. semenjak trimester kedua, seminggu sekali saya usahain renang, karena kebetulan keluarga memang rutin renang. Selain itu saya rutin jalan pagi dan yoga. Saya yoga gak perlu ke kelas yoga. Cukup lihat di youtube prenatal yoga. Tubuh terasa bugar, stamina selalu terjaga (iklan buk???)

3.    LETS SUPPORT ASIX ( ASI EXCLUSIVE)
Setelah selesai melewati proses persalinan yang begitu dramatis, ternyata perjuangan belum sampai disitu. Perjuangan selanjutnya adalah support baby with ASI Exclusive 0-6 bulan. Kenyataanya gak semua ibu setelah melahirkan asinya selalu melimpah. Termasuk saya juga. Setelah melahirkan, 2 hari ASI saya cuman berupa tetesan. Mau bagaimanapun saya terus upayakan biar ASI saya keluar deras. Saya ikutin masukan orang-orang untuk makan adas, katuk, jagung, jamu. Saya kompres PD saya pake air hangat. Semua saya lakukan. Alhamdulillah setelah itu ASI saya deras sekali (yihaaaa). Tapi saya harus ingat kalo 3 minggu lagi, saya harus kembali kuliah. saya memang tidak cuti, karena memang belum bisa cuti. Kebetulan kuliah saya seminggu cuman 3 hari. Tapi teteplah kita harus stock ASI yang banyak. Akhirnya setelah nanya sana sini, ketemulah link yang bisa dijadiin refrensi yang tepat dari teman saya si Nunu. Mulailah saya rajin pumping saat itu. Semakin rajin pumping semakin banyak pula ASI yang diproduksi. Minimal 2 jam sekali kita pumping dengan durasi pumping 15 menit.  
Tapi masalah kembali datang ketika saya awal menstruasi setelah nifas. PD saya tiba-tiba kerasa kempes banget kayak gak ada isinya. Saya mulai panik banget. Padahal sebelum menstruasi ASI saya berlimpah ruah. Cari informasi di internet tetep aja rasanya gak puas. Apalagi di internet bilang menstruasi lebih awal itu terjadi karena bayi tidak disusui ASI sehingga lebih mempermudah terjadinya menstruasi. Aduh saya takutnya setelah menstruasi ASI tidak berproduksi lagi. Akhirnya saya tanya ke Asosiasi ibu menyusui AIMI Solo mengenai kekhawatiran saya. Berikut jawabanya:
“ Bunda, produksi ASI dipengaruhi oleh 2 hormon, yakni prolaktin dan oksitosin. Hormon prolaktin berfungsi untuk memproduksi ASI dan kerjanya dirangsang dengan mengosongkan PD baik dihisap langsung oleh bayi maupun dipompa. Sementara hormon oksitosin berfungsi untuk mengalirkan ASI keluar dan kerjanya dipengaruhi oleh faktor psikologis yang senang, santai, dan rileks. Pada beberapa ibu haid memang dapat mempengaruhi ASInya, tapi bukan berarti akan menghentikan produksi ASI. Insya Allah akan kembali normal setelah rutin memompa.”
Duh lega banget rasanya. Jadi meskipun MENSTRUASI BUKAN BERARTI ASI BERHENTI BERPRODUKSI. Note it. Then, tips agar ASI melimpah antara lain:
a.       Rajin-rajinlah mengosongkan PD dengan rutin memompa atau menyusui 2 jam sekali. Bagi yang ingin memompa teruslah rutin melakukanya meski hasilnya cuman setetes dua tetes. Karena nantinya setelah rutin ASI akan deras kembali.
b.      Pikiran harus rileks saat menyusui dan memompa. Sekali lagi pengelolaan mindset adalah faktor utama suksesnya ASI. Selalu berfikir positif dan meyakinkan diri bahwa ASI kita melimpah walau bagaimanapun kondisinya. Jangan memompa dengan keadaan marah dan kondisi mood yang tidak baik. Percaya kan air yang didoakan sama air yang diberi kata kasar mempunyai kualitas yang berbeda?
c.       Selain mengkonsumsi ASI booster, seperti sayur-sayuran dan suplemen yang lain, air putih tetap menjadi faktor utama lancarnya ASI. Sebelum pumping usahakan minum air putih yang banyak. Jangan sampai dehidrasi kekurangan air karena berpengaruh pada produksi ASI kita.
d.      Jika kita dalam keadaan menyusui dan pumping, setiap pumping kita cukup memerlukan waktu 15 menit. Hal tersebut agar tidak semua ASI dikeluarkan tapi tetap menyimpan untuk kebutuhan si bayi. Tapi kalo saya sedang kuliah biasanya sekali pumping bisa 20 menit atau lebih.

4.    ASIP (air susu perasan)
Menurut saya sih, ASIP gak cuman harus dilakukan bagi mereka yang beraktivitas diluar saja, seperti yang bekerja maupun yang kuliah seperti saya, tapi dianjurkan bagi semua ibu menyusui. Ya daripada kalo ASI kita berlebih kebuang sia-sia kan sayang. Selain itu produksi ASI kita makin lama akan semakin berkurang. Jadi kalo mau sukses lolos S3 sampai 2 tahun ada baiknya stok ASI sedini mungkin. Sebelum kembali beraktivitas, Alhamdulillah saya dapat informasi bermanfaat dari temen saya Citra mengenai apa yang harus dipersiapkan ketika mulai beraktivitas di luar.
Tips persiapan ASIP bagi ibu yang bekerja atau beraktivitas di luar:
a.    Persiapkan alat berperang ASIP. Jadi prioritas utama kebutuhan baby kita adalah peralatan ASIP. Ibarat kata lebih baik kita investasi peralatan ASIP yang bagus daripada beli peralatan yang masih belum penting buat anak kita. Alat berperangnya antara lain adalah Breast pumping atau pompa ASI, coolar bag untuk menyimpan ASI agar tahan lama, dan botol kaca atau plastik bag khusus untuk menyimpan ASI.
b.    Sempatkan pumping kapanpun dimanapun. Meski harus bekerja, waktu terpotong karena perjalanan, sebisa mungkin rutinitas pumping harus terus dijalankan. Hal ini untuk menghindari PD kita mampet karena kelamaan gak dikeluarkan. Lagian kalo udah lama PD rasanya kencang dan itu membuat kita gak nyaman. Kalo di stasiun Jogja ada ruang laktasi yang bisa kita gunakan. Tapi ada juga stasiun yang gak menyediakan ruang laktasi seperti stasiun Purwosari. Sebut merk ajalah, biar sadar bahwa pelayanan publik itu penting hehehe. Kalo gitu minta saja sama petugas untuk ditunjukan ruang yang bisa kita gunakan, pasti ada. Kalo di kampus, ada ruang laktasi tapi di lantai satu, sementara saya kuliah di lantai 4. Saya memanfaatkan rest areanya difabel untuk pumping karena jarang dipakai dan bersih banget. Namanya juga berjuang, semua harus diusahakan J
c.    Bayi bingung puting? Pernah gak denger kasus seperti itu. Sudah ada dua buku yang saya baca menganjurkan untuk menggunakan cup atau sendok dan tidak menggunakan dot susu saat memberikan ASI. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari bayi tidak bisa membedakan mana puting ibunya dan mana dot susu. Ternyata setelah saya lakukan observasi, teori itu cenderung kasuistik. Lebih dari 3 anak yang saya temukan minum ASI dengan dot dan tidak mengalami bingung puting selama si ibu juga tetap menyusui anaknya melalui PD. Jadi, setiap bayi punya karakter yang berbeda-beda dalam menanggapinya. Selain itu, menurut refrensi di buku, bayi yang minum ASI dengan dot nantinya akan merusak pertumbuhan gigi bayi. Saat di lapangan, saya menemukan 2 anak yang saat bayi minum ASI pake dot dan giginya tumbuh bagus sekali, rata, putih, dan tidak ada yang gigis (kecoklatan). Ternyata itu semua karena faktor ibunya yang rajin mengajak anak-anaknya untuk rutin sikat gigi sebelum tidur dan membatasi mengkonsumsi permen. Jadi, faktor utamanya bukan karena dot kan, tapi karena menjaga kebersihan gigi bayi sedini mungkin.  
d.    Selalu sedia tisyu dan hand cleaner. Ketika pumping usahakan tangan kita harus bersih. Cuci tangan dulu, bila perlu gunakan lagi hand cleaner. Kalo posisi gak ada air, bisa gunakan hand cleaner untuk alternatif lain.

5.    BAYI SAKIT? TIDAAAKKK
Semua ibu akan menjawab iya, merasa panik saat anak sakit. Apalagi bayi ya, rasanya gak tega banget lihatnya. Waktu archy usia 3 minggu, tiba-tiba badanya panas hingga 37 derajat. Rasanya gak tenang, apalagi anak pertama. Saya langsung browsing cari cara ampuh menurunkan panas untuk bayi dibawah 6 bulan. Keesokan harinya, panasnya naik turun antara 36 dan 37 derajat. Saya memutuskan untuk pergi ke dokter spesialis anak pagi itu juga. Dokter cuman periksa, kasih resep, udah gitu aja. Saya langsung melongo. Kenapa semudah itu ya langsung diberikan obat. Saya kira beliau akan memberikan alternatif lain lantaran kondisi bayi masih belum genap satu bulan. Setelah saya tembus obatnya, ternyata obatnya termasuk dalam kategori dosis tinggi. Akhirnya saya tetap memutuskan untuk tidak meminumkan Archy obat. Saya susui Archy sejam sekali meskipun kondisinya lemas dan malas untuk menyusu. Saya paksa terus untuk minum. Alhamdulillah, siang hari panasnya menurun 35-36 derajat.
Sakit adalah cara tubuh melawan virus yang akan menyerang ketahanan tubuh kita. Jadi jangan mudah diberikan obat karena obat hanya mematikan symptom bukan menyembuhkanya. Terutama untuk bayi ASIX. ASI adalah suplemen terbaik untuk menyerang penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Saat bayi terkena batpil (batuk pilek) juga begitu. Solusinya adalah terus memberikan banyak minum kepada baby kita. Itu menurut refrensi yang saya baca. Bagi yang tidak setuju, silahkan saja hehe.

Tips saat anak mengalami panas, batuk, dan pilek:
a.    Jika anak panas, susuilah sesering mungkin. Cairan ASI dapat berfungsi untuk menurunkan panas bayi. Selain itu, tempelkan bayi ke dada si ibu. Selama anak panas, ibu bisa menggendongnya agar ibu bisa memantau panas tubuh sambil menurunkan suhu panasnya melalui dekapan.
b.    Gunakan ramuan tradisional seperti bawang merah dan kencur. Caranya bawang merah dibakar sebentar, lalu ditumbuk kasar dengan kencur. Balurkan ke tubuh bayi terutama di bagian punggung dengan pijatan lembut. Insya allah ingusnya akan keluar dan tubuh bayi akan terasa hangat.

6.    STIMULASI UNTUK PERKEMBANGAN BAYI 0-6 BULAN
Sekarang ini, banyak sekali kasus anak mengalami delay atau keterlambatan perkembangan dimana usia kronologis tidak sesuai dengan usia mental. Ada anak usia satu tahun yang seharusnya sudah mulai belajar merangkak atau berdiri, ternyata baru saja bisa tengkurep karena si anak selalu digendong oleh pembantunya dan tidak distumulus juga oleh orang tuanya. Selain itu ada juga anak yang didiagnosa mengalami autis ringan bukan karena riwayat ibu saat hamil, namun akibat kurangnya stimulus orang tua pada tumbuh kembangnya. Ternyata si ibu sudah memperkenalkan gadget pada anaknya sejak usia yang sangat dini bahkan saat masih bayi. Miris gak sih, semua akibat kurangnya kepekaan orang tua terhadap tumbuh kembangnya baik secara fisik maupun psikis. Ini PR untuk semua ibu, terutama bagi ibu yang bekerja (karena kasusnya banyak dari ibu yang bekerja). Sesibuk apapun kita, anak tetaplah menjadi prioritas utama. Lantaran banyak pekerjaan menumpuk kita sampai lalai dengan tugas utama kita sebagai sekolah pertama bagi anak kita (naudzubillahimindzalik).  

Lalu bagaimana upaya orang tua dalam memperhatikan tumbuh kembang anak dan apa saja stimulasi yang dapat dilakukan untuk perkembangan bayi 0-6 bulan?
a.    Buatalah daily journal. Orang tua harus tau kapan anak mulai bisa mengangkat kepala, kapan mulai bisa mengenggam barang, dan lain sebagainya. Setelah itu sesuaikan dengan grafik perkembangan anak yang bisa kita dapat di buku, kartu posyandu, maupun di internet dari link yang terpercaya. Memang pada dasarnya setiap anak memiliki tahap perkembangan yang berbeda-beda. Tapi ada pentingnya kita mengobservasi perkembangan anak kita dari hari ke hari. Apabila terjadi sesuatu dengan anak kita lalu kita mengkonsultasikan ke dokter, sudah pasti dokter akan menanyakan kronologi perkembangan anak kita. Dokter itu gak langsung tau si anak ini kena apa sakit apa. Karena yang paling tau persis tahap tumbh kembangnya bukan dokter, tapi orang tua. So be aware please. Sama-sama saling mengingatkan. Kadang saya juga males bawaanya, tapi jangan lah nanti menyesal di kemudian hari. Ya gak sih.
b.    Lakukan small talk, yaitu melakukan percakapan bersama-sama atau komunikasi dua arah yang biasa dikenal dengan conversation turns. Small talk disini adalah bercakap dengan anak, bukan berbicara saja. Mengapa? Karena melatih otak anak bukan sekedar kata-kata yang di dengar, tapi apa yang ia pahami melalui cakap timbal balik. Jika berbicara saja, media televisi, radio, juga bisa menggantikan posisi orang tua dalam berbicara. Namun bercakap, orang tua terlibat langsung di dalamnya. Lakukan percakapan dengan ritme yang tidak cepat serta jelas. Selain itu orang tua harus ekspresif dalam berbicara sambil mengenalkan anak berekspresi.
c.    Lakukan daily baby spa. Sejauh ini, menginjak Archy usia 2 bulan baru sekali saya pijit ke tukang pijit bayi. Selebihnya saya lakukan sendiri setiap pagi dan sore sebelum mandi. Baby spa disini meliputi massage dan take a shower. Manfaatnya adalah untuk melancarkan peredaran darah dan meningkatkan daya tahan tubuh. Secara psikologis manfaat baby spa adalah memperkuat bonding antara ibu dan anak melalui sentuhan. Salah satu efeknya di kemudian hari adalah disaat anak beranjak remaja dimana banyak menghabiskan waktu dengan teman, ia tetap merasa home sick atau kembali kepada kenyamanan ibu kapanpun dimanapun. Karena kebanyakan gape dengan orang tua muncul saat menginjak remaja. Selain itu melalui baby spa, orang tua bisa menstimulus rangsangan yang tepat untuk membantu perkembangan sistem saraf yang kelak mendukung proses belajar anak.
d. Libatkan ayah dalam mendidik anak. cukuplah sudah negara kita dinobatkan sebagai a father less country. bagi yang masih LDM seperti saya, anda bisa berkomunikasi dengan anak dengan menceritakan tentang ayah setiap saat. dan saat bertemu dengan ayahnya, ayah bisa membuat quality time dengan anak. usahakan fokus pada kualitas.
e.    Bagi yang muslim, lantunkan ayat suci Al-Quran sambil membisikan doa di telinganya sebelum tidur. Bacakan juga anak dongeng sebelum tidur sambil menyelipkan hadits sebagai pesan moral yang terkandung dalam dongeng tersebut. It doesnt take much time, but very impactful in creating strong bonds and wonderful memories.
Jadi, ada 6 pengalaman saya sebagai ibu pemula yang semoga bisa menjadi inspirasi bagi para ibu pemula yang lain. Saya harap semua ibu memahami bahwa kitalah yang memilki andil besar terhadap kemajuan bangsa dan negara. Di negara maju, anak adalah tanggung jawab negara sehingga negara amat sangat mensejahterakan para ibu agar mereka bisa optimal dalam mendidik anak. Jadi bagi ibu yang bekerja, mereka diberi cuti berbulan-bulan bahkan ada yang bertahun-tahun. Perusaaan maupun lembagapun akan tetap menerima kembali jika si ibu akan kembali bekerja (uenakee). Tapi, kita tidak perlu menunggu negara kita maju dulu, semua berawal dari diri sendiri sambil berharap semoga negara memberi kebijakan yang mensuport kesejahteraan keluarga.

Sepertinya negara kita sedang ada pembodohan masal dengan membuat kebijakan yang tidak mensejahterakan kebutuhan ibu. bayangin aja pegawai perempuan yang punya anak bahkan bayi sekalipun punya jam kerja yang sama. Gimana yang tinggal di ibu kota, seperti di jakarta. Saat berangkat anaknya masih tidur, pulang kerja anaknya sudah tidur malam. Kapan ketemunya ya (hiks). Jadi jika ingin jadi aktifis feminis kesetaraan gender, perjuangkanlah hal yang rasional. Saat jusuf Kala memberi kebijakan jam kerja yang lebih sedikit untuk para buruh pabrik perempuan, tiba-tiba muncul aksi protes para aktivis feminis yang meminta hak yang sama antara laki-laki dan perempuan. Mereka takut jika waktu bekerja mereka sedikit, gaji mereka juga akan diturunkan. Padahal tujuanya adalah agar perempuan lebih optimal dalam mendampingi anak. Sebenarnya ini yang bodoh siapa gitu. Ah sudahlah. Kita tutup saja short guidance ini dengan bacaan hamdalah. Alhamdulillahirabbil alamin. Selamat membaca dan semoga bermanfaat J


Tuesday 26 July 2016

OJO GAMPANG GUMUNAN LAN PANIKAN (JANGAN MUDAH TERPUKAU DAN PANIK)

“Bu, kita itu ya harus banyak menghindari kata-kata jangan loh...itu loh kata psikolog ini kita harus blaba...”
“Bu tau gak, kita itu harus ngajarin pendidikan seks sama anak sejak dini loh, dijelasin aja gimana ini ini..”
“Ah saya mah milih ngurus anak-anak aja kalik bu, soalnya dulu ibu saya kerja saya jadi kurang kasih sayang, makanya saya gak pengen anak saya kayak saya...”
“Lihat deh anaku sukses 2 tahun full ASI loh bu, sukses toilet training..kok anak ibu belum bisa gak diajarin ya?”
“Udah jangan dititipin anak sama ortu, bikin susah ortu  aja..lagian kok tega juga sih masih kerja aja anak dititipin ke orang lain?”
“eh anaknya bu ini udah hapal 30 juz Al-Quran loh padahal usianya masih 5 tahun. Yuk bu, kita sekolahin tahfidz aja biar kayak anak ibu itu...eh anaknya bu ini juga udah jago maen piano..keren deh...kita lesin juga yuk biar kayak dia..”

Dan masih banyak celotehan para ibu-ibu muda di sosial media mengenai pengasuhan anak yang dianggap terbaik bagi mereka. Seperti biasa saya paling suka mengamati beberapa respon para mamah muda baik dari komentar maupun postingan mereka di beranda. Saya suka sekali ternyata banyak ibu muda yang mulai aware mengenai ilmu parenting untuk mengasuh anak-anak mereka yang lebih baik. Banyak yang sudah menerapkanya lalu mencoba sharing di sosial media, “Alhamdulillah anaku sudah bisa ini itu...Masya Allah soleh/solehah terus ya nak...” Ada juga yang terkesan memasang komentar miring mengenai pola asuh orang lain yang tidak sejalan dengan persepsi mereka, “Eh liat deh gara-gara diasuh pembantunya tuh, nanya kesukaan anak aja gak tau...” atau “situ sama aja ya kuliah tinggi-tinggi toh yang ngasuh cuman tamatan SD, emang rela anak yang kita anggap berlian dititipin ke pedagang kaki lima?” dan paling banyak adalah melalui komentar ibu-ibu satu sama lain menunjukan pola asuh terbaik yang sudah mereka lakukan, “Anakmu baru diajarin nabung? Anaku udah bisa nabung dari umur sekian loh...eh anaku malah udah bisa beli barang sendiri dari hasil tabunganya...anaku ini itu...” dan seterusnya seakan mereka gak mau kalah kalo anak mereka lebih cerdas dari yang lain.


Sosial media merupakan ruang privasi masing-masing individu dimana setiap orang bebas berekspresi di dalamnya. Mau di sharing apapun itu adalah hak dia sepenuhnya karena mereka menuliskanya di ruang milik mereka masing-masing. Berbeda jika mereka update status galau di beranda orang lain tanpa seijin si pemilik, itu baru namanya menggunakan hak milik orang lain. Hehehee... Jadi sah-sah aja sih menurutku jika para ibu-ibu saling sharing dan berkomentar mengenai pola asuh anak.


Mengenai banyaknya artikel mengenai parenting yang ditulis oleh beberapa pakar anak, psikolog, ataupun yang lainya menurut saya pribadi memiliki sisi positif untuk meningkatkan kesadaran orang tua dalam mengasuh anak. Orang tua memang perlu banyak memahami tumbuh kembang anak agar pola asuh mereka sesuai dengan perkembangan zaman, mengingat anak-anak kita merupakan bagian dari generasi Y atau X dimana kita tidak bisa terlepas dari kompleksitas tantangan teknologi dan tantangan lainya. Namun, yang ingin saya garis bawahin disini adalah bagaimana kita sebagai pembaca bisa menanggapi artikel tersebut sebijak mungkin dan disesuaikan juga dengan kondisi masing-masing.


Saya sejujurnya secara pribadi memiliki perubahan sikap dalam menanggapi ilmu –ilmu baru. Dulu waktu masih kuliah, saya juga termasuk orang gumunan atau gampang terpukau. Semisal setelah seminar yang diberikan oleh pembicara ini, lalu saya gumun dengan kesuksesan ibu itu. Lalu saya menganggap kesuksesan ibu itu perlu ditiru oleh ibu-ibu lain dan cenderung mulai menganggap sebelah mata dengan ibu lain yang tidak seprinsip dengan ibu yang saya kagumi itu. Atau setelah saya membaca artikel tentang pengasuhan anak dari pakar ini, saya mulai meyakini bahwa ini loh..parenting yang bener itu. Selama ini kita salah atau orang tua kita salah dalam mendidik kita. Stop untuk melakukan ini, mari kita mendidikan bangsa kita dengan cara dari pakar pak itu, hati ini seolah bergelora dengan semangat jiwa yang membara.


Namun, semakin bertambahnya usia dan ilmu, semakin banyak pula kita dengan pengalaman dan hal-hal baru yang kita miliki. Semakin bijak pulalah kita menyikapi hal-hal tersebut yang disesuaikan dengan konteks dan situasi yang ada. Dari situ saya ingin berargumentasi pada fenomena yang sudah saya tulis diawal pembukaan. Argumen ini adalah asumsi saya pribadi berdasarkan pengalaman pribadi. Jadi yang tidak setuju atau mungkin menyetujui itu silahkan..hak kalian masing-masing. Tapi saya akan suka sekali jika tulisan ini dikomentari dengan argumen yang membangun dan positif, karena saya haus ilmu dan masukan dari teman-teman yang lain. Silahkan...


Menurut saya sih, ilmu perilaku adalah ilmu yang sangat kompleks dimana setiap individu satu dengan yang lainya memiliki perbedaan atau sering kita sebut dengan induvidual differences. Selain itu perbedaan perilaku bukan hanya ditentukan oleh nature atau gen semata, namun nurture juga berperan andil didalamnya seperti konteks budaya, ras, agama, dan lain sebagainya. Meskipun saya setuju jika nature mendominasi lebih banyak dalam pembentukan pribadi seseorang ( argumen saya didukung oleh proses pengamatan saya terhadap anak-anak di sekitar saya, maka I do agree with that theory hehe). Bahkan teori-teori dasar psikologipun dikemukakan oleh tokoh dengan asumsi yang berbeda-beda. Contohnya aja si Piaget dan si Vygotsky punya pandangan berbeda mengenai proses pengolahan informasi. Dari semua tokoh psikoanalisis yang ada, Jung lah yang banyak membahas transpersonal dalam sisi psikologi manusia. eh ternyata emang dia banyak melakukan penelitian di daerah timur dimana masyarakatnya percaya akan hal mistis. So, para tokoh tersebut memunculkan teori berdasarkan akan eksperimen yang mereka lakukan. Jadi semestinya kalo kita mau bijak yang kita bisa ambil yang sesuai dengan budaya dan kondisi kita masing-masing to?


Maka dari itu setiap ibu memiliki kondisi yang berbeda-beda. Ada yang dia ditakdirkan mendapatkan suami seorang konglomerat dimana dia bisa sepenuhnya menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu rumah tangga full time tanpa harus bekerja di kantor. Adapula dia yang hidup dengan suami dimana keduanya saling berkomitmen untuk saling mendukung karir mereka masing-masing, sehingga keduanya memilih untuk bekerja. Ada yang walaupun gaji suami mencukupi (pas) tetap tidak mengijinkan istrinya untuk bekerja dan meminta istrinya fokus untuk mengurus rumah tangga. Lalu, mana kondisi terbaik bagi mereka untuk mengasuh anak? Jawabannya adalah tergantung kepada kualitas mereka masing-masing dalam mengasuh anak. So please gak usah yang namanya menjudge satu sama lain mengenai kondisi Ibu yang tidak sesuai dengan kondisi kita. Belajarlah untuk saling menghargai keputusan masing-masing. Jika memang seorang pakar ini itu mengungkapkan bahwa idealnya orang tua itu seperti ini itu, ambilah yang bisa kita lakukan dimana sesuai dengan kondisi kita saat ini, jangan langsung mentah-mentah memutuskan sesuatu hal lantaran takut jika tidak sesuai dengan yang diungkapkan pakar itu, kita akan gagal mengasuh anak kita. Jika ada suatu hal yang baru, jangan cepat menggebu-gebu untuk mempraktekanya secara keseluruhan. Kan bisa diskusi sama suami, sama orang tua, kira-kira bagaimana jika seperti ini jika seperti itu.


Selain itu juga jangan mudah panik menerima sesuatu yang baru. Aduh, saya nyesel selama ini bilang jangan sama anak. Saya malah marahin anak saya, padahal itu akan mematikan kepercayaan dirinya. Memang betul jika sebaiknya kita memberikan terbaik untuk anak-anak. Tapi ada kalanya anak harus difahamkan dengan konsekuensi, dimana segala sesuatu yang dilakukan memiliki dampak dari apa yang dilakukan. Maka bolehlah sesekali tegas atau marah dengan anak agar anak belajar menghargai dan memahami. Sesuaikan juga konteksnya dengan agama kita. Saya sebagai muslim contohnya mengajarkan anak tentang kewajiban menjalankan solat lima waktu. Apabila sudah pada usia baligh anak tidak menjalankan kewajiban tersebut, saya berhak mengajarkan konsekuensi tentang panasnya api neraka tidak seberapa dengan pukulan (yang sesuai dengan kriteria Rasul) yang diberikan orang tua saat anak tidak salat. Apakah anak trauma setelah itu?apakah digolongkan kepada kekerasan pada anak? Kalo mau lebih jelas, anda bisa membaca buku-buku karya Psikolog Muslim ternama yaitu Prof.Malik Badri agar kita lebih bijak mengambil ilmu psikologi dari Barat. Biar pada penasaran hehehee...selain itu, kita banyak menemukan beberapa perintah dan larangan dalam Al-Qur`an lantas kenapa juga kata-kata jangan itu harus dihindari? Saya pernah MOU dengan Psikologi IIUM Malaysia. Saat itu saya bertanya mengenai apakah kata-kata jangan itu benar-benar harus dihindari saat menegur anak? Pertanyaan saya itu dijawab bijak oleh salah satu mahasiswa IIUM. Setiap anak memiliki karakter yang berbeda-beda. Maka ada anak yang termotivasi melalui larangan, ada juga anak yang termotivasi melalui kata seruan. Semua ada porsinya. Jawaban yang cerdas, saya jadi semangat mempelajari psikologi Islam saat itu...


Kepanikan lainya adalah ketika seorang pakar mengajurkan untuk tidak menitipkan anak pada orang lain. Anak-anak adalah tanggung jawab orang tuanya sendiri. Ibu masih bisa kok bekerja jika anak sudah berusia 8 tahun. La kalo semisal anak pertama sudah 8 tahun, sementara anak kedua ketiga keempat belum 8 tahun gimana? Toh jika ada negara yang menganjurkan seperti itu kita lihat juga apakah kondisi negara tersebut sesuai dengan negara kita. Negara kita adalah negara yang berkembang tidak bisa disamakan dengan negara maju yang mungkin sudah menjamin kehidupan bangsanya dengan memberikan fasitlitas terbaik yang diberikan gratis oleh pemerintah, seperti sekolah gratis, rumah gratis, dll. Itu hanya gambaran besarnya saja, selanjutnya bisa anda amati sendiri. Terus kalo memang orang tua kita atau nenek kakeknya si cucu sangat ingin mengasuh anak kita daripada harus dititipkan oleh pembantu misal, karena si Ibu harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan si anak? Si Ibu ini kan juga bagian dari ikhtiar untuk memnuhi kebutuhan anak? Salahkah? Kembali ke pribadi dan kondisi masing-masing. Sebetulanya membangun bonding atau ikatan pada anak itu gak bisa ditentukan dengan kondisi ibu bekerja atau tidak. Karena apa? Karena bonding terbentuk dari kualitas ibu memberikan perhatian sepenuhnya pada anak. Contoh walau si ibu bekerja, tapi ibu tetap punya quality time sama anak untuk saling sharing, ibu walau kerja tidak pernah melewatkan untuk memasak makanan untuk anak-anaknya. Tuh, dengan hal terkecil aja seperti memasak, ibu bekerja masih bisa membangun kelekatan dengan anak, karena nantinya anak jadi selalu dekat dengan ibu agar bisa merasakan masakan ibu. Terlebih ibu rumah tangga tentunya akan banyak bisa memberikan quality time dengan anak. Nah, kalo gini semua profesi ibu baik full house mom atau carrier mom masing-masing bisa sukses kan membangun bonding pada anak?


Lalu ada lagi fenomena nggumunan ketika Musa hafidz cilik bisa hafal Al-Qur`an, si Joey si pianist cilik yang masuk Grammy award. Lantas semua ibu menggebu-nggebu ingin anaknya seperti mereka. Setau saya para orang tuanya pun sangat konsisten menstimulus anaknya untuk bisa seperti itu bahkan sejak dalam kandungan. Percuma saja jika menggebu-gebu diawal lalu berakhir dengan panas-panas tai ayam. Tenangkan diri, kenali potensi si anak, kira-kira kemampuan ingatanya kuat gak untuk menghafal. Toh kata dosen saya anak tidak harus dipaksa jadi hafidz Quran, yang terpenting adalah bagaimana akhlaknya bisa sesuai dengan ayat-ayat Al-Quran. Bukan hafal semata namun juga memahami kandungan yang ada sehingga bisa diterapkan dalam perilakunya. Iya kan?



Sudahlah ya, kita berakhir kesimpulan. Terlalu panjang nih argumenya, maafkan hihihi... intinya adalah kita harus bijak menerima sesuatu yang baru. Pertimbangkan diskusikan. Jangan pula menjduge orang tua kita sendiri memiliki pola asuh yang salah kepada kita. Everything happen for a reason. Kita bersyukur sudah dibesarkan sedemikian ini dan berterimakasihlah kepada orang tua sebaik dan seburuk apapun yang mereka berikan kepada kita, karena merekalah kita ada disini. Ambil baiknya dan Fokus pada diri kita masing-masing.  Zaman yang serba banyak tantangan ini orang tuanya akan sukses mendidik anak jika dilakukan dengan basis komunitas atau kelompok. Kalo egois pengenya bener sendiri,paling oke sendiri, ke laut aja deh . sudah gak zaman. Waktunya kita adalah saling mensupport satu sama lain. Saling memberikan masukan positif, bukan malah menjatuhkan atau memicingkan sebelah mata kepada mereka yang diberikan kondisi yang berbeda dengan kita. Mari bersama-sama mendidik generasi penerus bangsa dengan kebersamaan dan keihklasan. Amin......

Monday 4 April 2016

THE HOLE IN THE WALL -Technology Classroom

Ceritanya tadi sore saya dapet cerita dari dosen tentang salah satu projectnya warga negara India, Sugatra Mitra. Beliau salah satu profesor di bidang education technology, New Castle University. Nama projectnya adalah “The Hole in the Wall project”.Jadi dia bikin project di suatu daerah terpencil di India, dimana mayoritas masayarakatnya berada dibawah garis kemiskinan. Bahkan banyak dari anak-anaknya gak tau apa itu Micky mouse (masih mendingan anak-anak Indonesia ya, hehehe). Dia bikin semacam dinding (kayak wartel terbuka) yang diisi dengan media komputer untuk anak-anak belajar. Komputernya bisa diakses secara online dan diisi dengan program edukatif yang bisa digunakan. Tapi Uniknya TIDAK ADA INSTRUKSI yang diberikan dalam penggunaanya. Eksperimenya dilakukan selama 6 bulan. Dan apa yang terjadi?

Anak-anak yang awalnya gak ngerti gimana cara memakainya, kini udah bisa eksplore sendiri dan mampu mengoperasikan komputer. Bahkan mereka bikin aplikasi game dan mampu belajar mandiri. Malah ada yang bilang gini “prof, aplikasinya minta diupgrade lagi ya, biar kita bisa bikin game tikus (micky mouse) yang lebih challenging. Dari project tersebut Mitra mencoba mengajarkan the power of Self Organized Learning di classroom technology (kelas yang menggunakan media teknologi dalam pembelajaran).

Dulu, awalnya saya masih kurang menyetujui jika gadget diajadikan sebagai media belajar anak karena saya kira hal tersebut menjadikan anak menjadi lost control dan cenderung addicted dengan gadget. Namun ternyata, walau bagaimanapun suatu saat nanti kita akan hidup dimana pembelajaran di sekolah sudah tidak menggunakan kertas lagi (paper less) guna menjaga stabilitas alam dari penebangan pohon, dan disitulah teknologi gadget berperan penting dalam media pembelajaran.

Kita lihat sudah begitu banyak sekolah di negara maju menggunakan technology classroom dalam proses belajar mengajar. Tapi yang kadang terlihat berbeda antara murid di singapore dan Indonesia dalam media yang sama adalah murid Singapore cenderung memiliki self regulated learning yang lebih baik dibandingkan murid Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana mereka mampu menciptakan aplikasi begitu variatif dengan teknologi dibandingkan murid Indonesia. Sebetulnya, kenapa ya kok bisa berbeda, padahal mereka menggunakan media teknologi, bahkan aplikasi di gadgetnya juga sama?

Ini berdasarkan pemaparan dosen saya yang kebetulan concern di bidang digital literacy mengenai hambatan dalam pembelajaran di Indonesia adalah: anak kurang memiliki self regulated learning( regulasi dan kesadaran meregulasi diri dalam belajar) dan tidak terjadinya meaningful learning (pembelajaran yang bermakna) sehingga anak hanya menganggap belajar di sekolah sebagai formalitas semata. Jadinya anak corioussity nya masih kurang dalam belajar sehingga mereka cenderung lebih suka nge game atau menggunakan aplikasi lain yang tidak ada kaitanya dalam pembelajaran. Tapi sebenarnya hal tersebut mampu diminimalisir apabila kita perlu memperhatikan secara detail dalam hal berikut:

1. Guru perlu menciptakan STUDENT CENTER agar anak dapat berfikir kritis dalam belajar.
Saya baru sadar ternyata model kurikulum pendidikan di Indonesia ini sudah banyak mengkikis jiwa kritis dan kreativitas anak dalam belajar. Bayangin dulu pas SD kayaknya takut banget nanya, takut dikira gak ngerti. Emang sebenarnya gak ngerti, tapi kalo nanya bakal dimarahin “kamu gak ngerti karena gak merhatiin ya?: Nah loh.. serba salah haha. Walaupun sekarang sudah banyak guru yang mulai aware dalam merespon pertanyaan anak, namun beberapa hal yang perlu menjadi stimulus agar anak mampu meningkatkan jiwa kritisnya. Salah satunya belajar secara konstruktif. Dalam pembelajaran konstruktif murid menjadi center dalam pembelajaran, bukan guru. Jadi mereka mampu belajar melalui belajar mandiri (independent learning), diskusi, belajar kooperatif maupun kolaboratif dalam sebuah kelompok.

2. BELAJAR KONSTRUKTIF pada dasarnya memandang bahwa masing-masing individu membentuk atau membangun sebagian besar dari apa yang mereka pelajari dan fahami.  Jadi sebetulnya technology classroom itu cocok banget diaplikasikan dengan model belajar konstruktif. Karena menurut teori Peaget, anak bisa melakukan tugas perkembangan secara mandiri sesuai dengan proses perkembangan kognitifnya. Kita gak perlu repot-repot memaksa anak untuk memahami teori yang kita ajarkan karena anak mampu memahami sendiri secara konstruktif. Contohnya mereka bisa belajar secara mandiri atau kelompok melalui informasi website di internet.

3. GURU HARUS MELAKUKAN EKUILIBRASI DALAM PEMBELAJARAN.  Ekuilibrasi itu merupakan proses pemulihan keseimbangan antara pemahaman sekarang dan pengalaman-pengalaman baru. Saya baru tahu loh ternyata kita bisa belajar Matematika melalui proses pembuatan film animasi. Coba cek di websitenya KHAN-PIXAR ACADEMIC. Jadi belajar kurva dari proses pembuatan animasi rumput dan lain sebagainya. Nah anak-anak pasti seneng tuh kalo pelajaranya dikaitin sama animasi yang menarik. Jadi mereka juga kepengen belajar juga deh bikin animasi dengan dasar matematika. Terus, gimana donk, ntar takutnya murid malah kebablasan dan gak ngerti tujuan pembelajaran yang akan dicapai?Itulah mengapa guru perlu mengevaluasi hasil belajar siswa, agar anak masih bisa mengkaitkan apa yang mereka peroleh dengan materi yang diajarkan.

4. MENCITPTAKAN MEANINGFUL LEARNING DALAM BELAJAR. Apa yang sering terjadi saat ada yang tanya tentang mata pelajaran SD, SMP, SMA? Kebanyakan banyak yang sudah lupa atau bisa jadi lupa-lupa inget saat menjawabnya. Padahal belajarnya kan 12 tahun? Kok bisa lupa ya? Hmm.. ini ngejawabnya agak kompleks juga hahahaa... mungkin mayoritas disebabkan oleh COGNITIVE OVERLOAD pemirsah...ya iya lah...aturan siswa Indonesia itu seharusnya menjadi anak paling pintar di dunia. Kenapa? Karena kita diwajibkan mengenyam segala macam mata pelajaran wajib yang ada di sekolah, mulai dari IPA, IPS, fisika, kimia, ah entahlah ampe lupa apa lagi saking buanyaaknyaaa. Sementara kurikulum di negara maju pendidikan contohnya Firlandia, mereka cenderung costumize curriculum. Kita boleh memilih mata pelajaran yang kita minati atau kita sukai. Gak perlu ambil semua seabreeeg kayak gituuuh...Tapi alhamdulillah, berkat ada KURTILAS dengan pendekatan tematik sehangga kita jadi bisa mengurangi Cognitive Overload dalam pembelajaran. Terus apa kaitanya sama Meaningful Learning? Jadi belajar itu bisa jadi bermakna apabila kita mampu memproses informasi yang kita terima dalam working memory di otak apabila kita bisa mengintegrasikan dengan pemahaman yang kita peroleh sebelumnya, sehingga informasi dapat bertahan dalam Long Term Memory. Pemahaman itu diperlukan pengalaman-pengalaman dan pengamatan kita secara detail tentang informasi yang kita peroleh agar menciptakan pembelajaran bermakna.

CONTOH saat belajar literatur bahasa, guru meminta anak untuk membaca tentang kisah dalam sebuah legenda. Maka anak diharapkan mampu mengambil kesimpulan atau pesan moral yang ada dalam cerita tersebut. Atau bagaimana mereka mampu menjelaskan rumus matematika dalam kehidupanya sehari-hari. Nah, di technology classroom ini sangat penting untuk bisa menciptakan meaningful learning dalam belajar. Karena apa? PEMBELAJARAN YANG BERMAKA TERNYATA MAMPU MENCIPTAKAN REGULASI DIRI DALAM KESADARAN BELAJAR. Jadi anak bisa tau mengapa dia lebih suka membuka gadget untuk hal edukatif dibandingkan dengan gadget yang tidak ada kaitanya dengan pembelajaran. Jadi ibu-ibu gak perlu khawatir kalo anak malah cenderung nge game terus daripada belajar. Bahkan anak jadi suka diajak diskusi karena apa yang mereka pelajari bukan sekedar formalitas, tetapi menjadi suatu hal yang menyenangkan.
Begitulah hasil informasi dari dosen saya yang kebetulan disertasi digital literasinya di Amerika, yang udah lama menerapkan technology classroom. So i really exited to this topic. Yang sudah berpengalaman mengajar di technology classroom, boleh donk minta saran, kritikan dan pendapatnya. Yang abis ikutan seminar tentang gadget, mau juga donk sharingnya. Semoga bisa bermanfaat satu sama lain hehehee

Saturday 12 March 2016

BIG CHALLENGE, BIG DREAM

PURSUIT OF DREAMS
Banyak orang tidak menyangka, bahwa jalan hidupnya terpaksa harus membuat impian besarnya terkubur dalam-dalam. Banyak orang bahkan harus banting setir pada kehidupan yang lebih nyata, karena menganggap bahwa impian besarnya tidak lebih dari bunga tidur semata, dan ia harus cepat terbangun dari mimpinya. Tapi bisakah kita mampu untuk mempertahankan impian besar ini walau dengan keadaan terseok-seok, terbentur fisik dan psikis dan harus tetap mampu untuk bangkit kembali?
Entah sejak usia berapa tahun, saya mendambakan untuk bercita-cita sebagai seorang pendidik. Entah spesifiknya pada profesi apa, yang penting passion saya selalu kembali untuk mengajar. Namun ketika di bangku kuliah, saya mulai memantapkan diri untuk bercita-cita sebagai seorang dosen. Namun, pada saat itu saya belum mendapatkan esensi yang sangat mendalam mengapa saya harus menjadi seorang dosen? Apa memang itu adalah minat saya, bakat saya, faktor lingkungan, atau faktor konformitas yang hanya sekedar terbawa arus dari lingkungan teman yang sebagian besar berorientasi untuk menjadi seorang ilmuwan?
Usai mendapatkan gelar sarjana pada tahun 2012, banyak yang menyarankan saya untuk segera melanjutkan di jenjang S2. Namun posisi saya saat itu masih belum lulus sarjana untuk jurusan yang satunya (kebetulan ambil double degree). Akhirnya saya tetap fokus untuk menyelesaikanya, dan mencoba kegiatan luar yang awalnya untuk bekal prestige saya sebagai mahasiswa perguruan tinggi swasta. Kenapa harus prestige? Apa yang harus diperjuangkan dari sebuah prestige?
Pada saat itu kebetulan saya terlibat dalam komunitas nasional dimana mayoritas dari mereka berasal dari mahasiswa PTN. Dan pembahasan yang selalu muncul dari benak mereka adalah, udah pernah exchange belum? Udah pernah ikutan penelitian? Pernah ikutan kompetisi apa? Udah pernah kontribusi apa slama ini? Sebetulnya pertanyaan tersebut memacu diri saya untuk menunjukan bahwa mahasiswa PTS juga mampu bersaing dengan mereka yang berada di PTN. Hingga akhirnya saya menemukan titik dimana ini semua bukan sekedar prestige semata, namun semua ini ada sisi positif dari lingkungan saya dimana mereka memacu kita untuk mampu berkontribusi dan menjadi agen perubahan bagi bangsa dan negara, dimulai dari pemudanya, yaitu kita.
Perubahan mindset saya saat itu menjadikan konsep saya dalam bercita-cita menjadi semakin matang. Saya melihat kembali apa potensi terbesar saya, dan mengapa saya memilih untuk menjadi dosen, bukan guru, bukan psikolog, atau yang lain. Dari situlah saya mulai bangkit kembali untuk melanjutkan cita-cita saya untuk melanjutkan jenjang S2, dan sebagai syarat mutlak untuk menjadi seorang dosen. Namun, meletakan target pertama belum menjadikan saya untuk mampu menyusun plannning secara matang. Dan ini berdampak pada ketidakfokusan saya untuk mencapai target yang diinginkan. Mau lanjut ke luar negeri, tapi saya malah ambil kursus writing dan translation di Pare. Baru setelah sadar kalo yang saya perlukan adalah IELTS dan TOEFL, saya baru mulai mengambil dan terpaksa tidak saya lakukan dengan optimal. Kenapa tidak bisa optimal? Karena saat itu saya sedang dapat rejeki yang luar biasa lebih indah dari pengejaran itu semua. Ya, rejeki itu adalah Jodoh.
 
NIKAH ATAU S2?

Alangkah bahagianya menemukan pasangan yang sangat mendukung impian kita. Bagi sebagia wanita, itu merupakan salah satu harapan terbesar kepada pasangan mereka. Banyak teman yang mengelung, pasangan mereka cenderung melarang ini dan itu. Entah alasanya seperti apa. Yang jelas, saya menyampaikan dengan suami tentunya dengan komunikasi yang baik, agar mudah untuk saling difahami seperti apa visi misi hidup kita. Sebelum menikah saya sudah utarakan keinginan saya untuk bisa segera melanjutkan S2. Ayah saya juga menyampaikan apa cita-cita saya ketika suami melamar saya. Hal itu dilakukan agar kedua pihak keluarga saling memahami tujuan kita yang kelak akan dicapai bersama-sama.
             Rencana awal, setelah nikah saya ingin segera langsung melanjutkan jenjang S2. Namun saya masih belum diberi peluang untuk mendapatkan beasiswa saat itu. Kebetulan jurusan yang saya ambil baru ada di jawa, sementara pekerjaan suami di Palembang, Sumatara. Selain itu, saya mengalami gejolak batin jika harus berpisah lagi dengan suami. Bayangkan, sebelum menikah saya hanya bertemu dengan suami saya sekali saja. Kami tidak sempat berpacaran dan melakukan kontak langsung secara mendalam. Walaupun saat itu komunikasi via telpon kami terbilang sayang intens. Akhirnya saya harus merubah haluan. Saya ingin membangun attachment dengan suami saya terlebih dahulu, paling tidak satu tahun. Baru setelah itu saya akan berjuang lagi untuk lanjut kuliah.
Satu tahun sudah kita menjalani bahtera rumah tangga. Keresahan mulai datang ketika ingin melaksanakan apa yang sudah kita rencanakan. Ya, seperti janji saya dulu. Kembali pada rencana panjang untuk mencapai impian itu. Suami dengan begitu ikhlasnya, suatu ketika beliau pernah bilang sama saya,
“ Sayang, kamu tahu kenapa aku begitu mensupport cita-citamu itu, karena pada akhirnya aku memaknai bahwa itu bukan sekedar cita-citamu saja, melainkan harapan bersama, untuk mencapai tujuan hidup kita dalam membangun keluarga sakinah mawaddah warahmah”
           Masya Allah, seketika saya melebur dalam dekapanya sambil menyeka tetesan air mata yang penuh haru itu. Kita akan berjuang bersama sayang untuk tujuan bersama kita. Setelah itu, suami berusaha mencari peluang kerja perusahaan yang bonafit di Jawa. Alasanya ia tidak mau gegabah sekedar keluar dari kerjaan di Palembang, karena dunia kerja di Jawa adalah dunia yang penuh persaingan. Makanya dia hanya apply pada perusahaan yang besar saja, tidak sekedar abal-abal. Namun, atas ridho Allah, belum ada perusahaan yang memberi kesempatan itu. Saya begitu tahu bagaimana etos kerja suami, semua itu hanya pada permasalahan Ijin Allah. Tapi mengapa Allah belum meridhoi rencana kami? Kadang terbenak dalam hati untuk kecewa dan sedih.  Apa memang ternyata Allah masih meridhoi cita-cita ini?
          Belum lagi orang tua dari kedua belah pihak sangat memberatkan. Saya faham betul posisi saya. Saya adalah seorang istri. Dan sayalah yang akan meninggalkan suami saya. Walaupun berkantong izin dan support suami, tidak serta merta perizinan dari orang tua berjalan mulus. Namun saya tetap menghormati mereka, mendengarkan petuah mereka. Bahwa cita-cita tidak harus secepatnya diwujudkan, masih banyak waktu sampai tidak harus membuat kita jadi terpisah. Pada dasarnya profesi saya kelak tidak dijadikan prioritas utama untuk mencari nafkah. Karena sejatinya mencari nafkah adalah tugas utama suami. Sementara mendidik anak dan mengurus rumah tangga adalah tugas utama istri. Saya tertunduk malu. Ada apa dengan diri saya sehingga segitu berjuangnya mempertahankan prinsip ini? Salahkah dengan impian ini? Terlalu abstrakah atau terlalu muluk-mulukah tujuan mulia ini?
              Mungkin memang sayalah yang terlalu muluk-muluk bermimpi, tanpa memahami situasi dan kondisi. Yang ada dalam benak saya, saya ingin menjadi dosen sekaligus ilmuwan di bidang ilmu saya. Saya mampu menemukan konsep dan penemuan baru dalam penelitian saya, yang kelak suatu saat nanti selain mengajar, konsep tersebut akan saya transformasikan ke anak-anak dan suami saya untuk membangun lembaga bersama. Lembaga tersebut gunanya untuk bisa bermanfaat bagi masyarakat luas. Jadi ibaratnya saya harus punya bekal untuk menciptakan impian besar tersebut. Ah, mungkin saya terlalu banyak disuntik kisah-kisah heroik dari reality show Kick Andy, yang menjadikan diri saya akhirnya harus kembali untuk menginjak bumi dan meninggalkan langit yang penuh dengan angan-angan. Saat hati mulai pasrah untuk melepasnya, entah mengapa manusia malaikat yang bernama suami itu terus menerus meyakinkan keputusan saya. Berusahalah hingga titik akhir, dimana Allah benar-benar memutuskan bahwa saat ini memang bukan jalanmu!
            Bismilllahirrahmanirrahim, kata-kata itu kembali membius keputusan saya. Saya bulatkan tekat pulang ke Boyolali untuk menjalani proses pendaftaran mahasiswa S2 di UGM. Setelah menunggu giliran tes TOEFL dan TPA, 3 minggu kemudian saya kembali lagi ke Palembang karena pengumuman hasil tes administrasi masih 2 bulan lagi. Sepulang kesana, saya dibanjiri berbagai macam pertanyaan dari orang-orang sekitar, baik yang psoitif maupun negatif. Tapi saya sudah berjanji dalam diri untuk selalu berpositif thinking dan tidak mau mengotori hati saya ketika diberi pertanyaan yang mungkin cukup membuat saya tidak nyaman. Whatever it takes, do everything like the winds blow.

THANKS GOD, IM PREGNANT!

            Sebulan sudah waktu penantian pengumuman kini terlewati. Tinggal satu bulan lagi untuk menunggu pengumuman untuk lanjut ke seleksi wawancara dan tes tertulis dari jurusan. Ternyata, Allah memberikan kejutan rizki yang tidak disangka-sangka dan yang selama ini sangat kami dambakan. Alhamdulillah, diberikan kesempatan kedua kali ini hamil untuk anak pertama kami. Subhanallah walhamdulillah Allahukabar.  Terimakasih ya Allah, setahun sudah kami menantikannya. Dan saya tidak mau gagal untuk kedua kalinya. Saya harus benar-benar menjaga titipan Allah ini. Sayang, sehat terus ya nak di perut bunda. Ya Allah, fabiayyi aalaa irabbikuma tukadzibaan.

              Uforia kebahagiaan ini masih menghiasi rumah tangga kami. Ini menjadi kabar bahagia bagi orang tua, terutama mertua kami sebagai cucu pertama. Suami begitu perhatianya menjaga demi anak pertama kami. Sayapun sekarang lebih berhati-hati, dan mengerem segala aktivitas sosialita saya yang suka kumpul sama teman-teman. I totally stay at home currently. Semua demi dan demi babyku tersayang. Lalu gimana ya kabar S2nya? Jadi? Jadinya kami berdiskusi kembali dalam rutinitas pillow talk sebelum tidur. Kini giliran suami yang bimbang, “sayang, gimana kalo diundur lagi aja ya. Masak kamu nanti hamil sendirian gitu kamu siap?” saya tidak mampu menjawab apa-apa. Solusi terbaiknya adalah salat istikharah. Mencari solusi terbaik yang diridhai oleh Allah. Kenapa sih apa-apa harus ridho Allah? Ya, karena Allahlah yang paling tahu kemampuan hambanya kan. La yukallifullahu nafsan illa wus`aha.
             Alhamdulillah, waktu pengumuman tiba. Saya dinyatakan lolos untuk lanjut ke tahap seleksi tes tertulis dan wawancara dari jurusan. Akhirnya jawaban dari Allah datang dari prasangka hambanya. Awalnya saya utarakan dengan suami. Lalu saya menyampaikan kepada ibu mertua saya, “ Bu, karena tahap seleksinya tinggal sekali lagi, saya selesaikan semuanya dulu gih. Urusan diterima tidak, saya insya allah ikhlas. Kalo memang diterima berarti ini sudah kehendak AllaH, tapi kalo gak keterima berarti saya memang harus fokus sama kehamilan saya.” Ibu mertua saya merestui dan bahkan mendukung saya untuk tetap lanjut. Terima kasih bu atas restunya.
             Dan pada akhirnya, setelah menjalani proses yang berlika-liku, jalan Allah adalah meridhoi saya untuk lanjut S2 dengan kondisi hamil dan jauh dari suami dan orang tua. Saya ingat betul cerita dari temen yang baru tahu hamil setelah keterima beasiswa LPDP untuk lanjut kuliah di UK. Kebetulan suaminya juga melanjutkan di Eropa tapi berbeda kota yang jaraknya bisa satu jam. Dia jauh dari suami dan bahkan sangat jauh dari orang tua. Tidak ada teman lama disana. Tapi ia tetap melanjutkan studinya sampai akhirnya bayinya lahir pada saat kuliah di UK. Masya Allah. Tegar banget ya. Berarti saya juga bisa kayak dia. Paling tidak orang tua tidak begitu jauh, dan suami masih bisa menjenguk sebulan sekali. Saya selalu yakin, Allah tidak memberatkan hambanya kecuali sesuai dengan kemampuannya. Udah itu saja prinsip yang saya pegang. Bismillahirrahmanirrahim
           Sekarang sudah 2 bulan saya menjadi mahasiswa  sekaligus bumil. Doa saya semoga Allah melancarkan kehamilan saya, Allah melancarkan kuliah saya, diberi lingkungan, teman, dan dosen yang baik. Begitu luar biasa baiknya Allah, selama ini teman-teman sangat peduli sama saya, suami semakin perhatian walaupun jarak jauh, orang tua tetap terus mensupport. Sampai ada temen yang ingin menjadikan kehidupan saya sebagai bahan penelitian. Daya juang mahasiswa dengan kondisi hamil dan mandiri kali ya .. Hehee.. intinya saya harus nikmatin semua ini. Saya harus terus bahagia, jauhi berprasangka buruk, tetap hormati orang tua, ambil baik-baiknya, jangan terlalu sensitif dan selalu berprasangka baik, itu kuncinya. Saya bahkan lebih fokus dari studi S1 saya dulu karena karena sekarang saya lebih banyak fokus untuk belajar dan menjaga kesehatan si buah hati. Si baby sekarang usianya udah 5 bulan di kandungan. Sehat terus ya sayang, semoga terlahir secara sempurna, sehat jasmani rohani, menjadi qurrata a`yun bagi semuanya. Aminn.

             Walaupun cita-cita study abroad belum terealisasikan, setidaknya bisa melanjutkan di kampus terbaik di negeri ini. Bukan maksut saya  hanya mengejar title kampusnya. Tapi saya akui atmosfer keilmuwanya sangat terpelihara dengan baik bila kita merasakan kuliah disini. Semoga kelak akan terealisasikan study abroad saat S3 nanti. Tentunya dengan full scholarship dan bisa membawa anak dan suami. Bukan untuk gaya-gayan tentunya. Percayalah, kalo kita sungguh-sungguh menuntut ilmu, maka kita akan merasakan kenikmatan belajar yang sebenarnya. Tentunya, semua ilmu itu bisa bermanfaat agar kelak menjadi amal jariyah. Aminn ya rabb. Jadi, masih takut untuk bermimpi?