Tuesday 24 November 2015

PENDIDKAN AKHLAK MELALUI MANASIK HAJI



“Labaikallah humma labaik..labaikalaa syariikala kalabbaik....”
 Bacaan talbiah berkumandang khusyu` menggema di setiap sudut ruangan masjidil haram diiringi  para jemaah haji yang melantunkan untaian doa saat mengelilingi ka`bah. Suasana tersebut tak terlepas dari ritual ibadah haji yang dilaksanakan setiap tahunya di tanah suci Makkah.
Pada tanggal 22 September 2015, Sekolah Islam Al-Azhar Palembang mengadakan pelatihan manasik haji mulai dari level TK hingga SMP. Hal ini bertujuan agar murid dapat mempelajari pelaksanaan ibadah haji dari awal hingga akhir. Selain itu, murid dapat belajar hikmah kebersamaan, pengorbanan, dan keikhlasan dalam berbibadah.
Keagungan Allah SWT yang ditunjukan melalui ibadah haji dapat mengingatkan kita betapa banyak pesan moral yang disampaikan melalui ibadah tersebut. Pesan moral tersebut sekiranya dapat mengantarkan kita untuk memaknai arti hidup dan bagaimana bersikap yang disyariatkan Allah SWT. Oleh karena itu, betapa pentingnya pelatihan Manasik Haji untuk dapat disampaikan dan menjadi suatu kegiatan di suatu sekolah. Manasik Haji dapat dijadikan sebagai pendidikan akhlak dimana peserta didik dapat memahami esensi dari Ibadah haji bukan hanya sekedar pelaksanaanya saja. 


Haji merupakan ibadah dimana setiap muslim di seluruh belahan dunia berbondong-bondong mengunjungi kota nan suci guna menyempurnakan rukun Islam yang ke lima. Namun, lebih dari itu ibadah haji banyak memberikan pesan moral bagi seluruh umat manusia akan kekuasaan Allah yang tiada tandingnya. Ibadah haji memberikan esensi bahwa disetiap ritual dalam pelaksanaan haji Allah menunjukan kekuasaanya agar manusia dapat berfikir untuk dapat memaknai hidupnya lebih berarti.
Ibadah haji menjadi suatu kesaksian perjalanan-perjalanan Nabi untuk menyerukan ketauhidan dan keimanan Allah SWT. Jejak sejarah kehidupan Nabi Adam terekam dalam situs manasik haji. Berbicara tentang Nabi Adam tentu sulit melepaskanya dengan tanah Arafah, sebuah padang luas di mana beliau bertemu kembali dengan Hawa di sebuah gunung yang kini dinamai Gunung Cinta (Jabal Rahmah), selepas terpisah karena diusir dari Surga. Kabah merupakan catatan sejarah perjalanan Nabi-nabi yang telah lalu.
 Air zam-zam menjadi kesaksian perjuangan siti Hajar untuk bertahan hidup bersama buah hatinya Ismail. Keikhlasanya diuji sebagai seorang istri dari Nabi Ibrahim untuk dapat menerima kepergian suaminya dalam  melaksanakan perintah Allah SWT. Kisah perjuangan siti Hajar tersebut diabadikan melalui amalan ibadah haji yang dinamakan Sa`i, yaitu berlari-lari kecil dari Shafa ke Marwah. Sebuah catatan sejarah dimana siti Hajar berjuang mencari setetes air untuk anaknya Ismail yang sedang menangis kehausan. Selain itu, air zam-zam membuat para ilmuwan terkagum-kagum akan kandungan dan manfaatnya. Air zam-zam mengandung banyak kelebihan, yaitu zat flourida yang berfungsi membunuh kuman dan membantu proses penyembuhan. Molekul airnya membentuk kristal heksagonal nan berkilau, bahkan sumurnya tidak pernah ditutupi lumut sekalipun, Masaru Emoto (peneliti molekul air).
Hakikat pengorbanan dari Ibadah Haji ditunjukan melalui kejadian penyembelihan Ismail yang memberikan sarat hikmah yang dramatis, agar setiap dari kita senantiasa meresapi makna besar di balik pengorbanan, di balik kesediaan tulus sebagai seorang hamba kepada Kekasihnya. Terlebih ketaatan Ismail sebagai seorang anak ditunjukan akan keikhlasanya menjalankan perintah sang Ayah dan bagaimana semestinya menyikapi ujian yang nyata dari Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam QS. As-Shaffat: 104-107, “Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar”.
Disisi lain, haji adalah perjalanan spiritual dan kejiwaan. Michael Wolfe, seorang muallaf yang berprofesi sebagai pengarang, penyair, dan produser asal California AS, menyebut ziarah ke Mekkah seperti pulang ke rumah, tekanan gravitasi yang tinggi sehingga menjadi imun bagi tubuh. Tempat ibadah yang memancarkan energi positif, karena setidaknya lima kali sehari menerima pancaran energi positif dari orang yang salat dan thawaf saat berdoa, kemudian di pancarkan kembali kepada kita semua (Sarhindi, 2013). Energi yang disalurkan tersebut sama halnya seperti hukum ketertarikan. Apa yang kita fokuskan akan menjadi apa yang kita tarik masuk kedalam hidup. Sama halnya ketika kita menjadi pribadi yang selalu berfikiran positif, maka pancaran energi tersebut akan kembali ke diri kita sehingga kita lebih menjadi pribadi yang bersyukur dan berserah diri.
Pelaksanaan ibadah haji menjadikan Makkah menjadi tuan rumah yang mempersatukan manusia lintas-etnis dan lintas-agama. Setiap muslim melaksanakan solat di Masjidil Haram dengan gerakan yang berbeda-beda. Ada yang melipat tanganya erat di depan dada, hanya sekedar melipat ujung tanganya saja, tangan terlipat di bawah perut, bahkan ada yang solat tanpa melipat tanganya ke depan. Namun, pernahkah kita mendengar berita tentang adanya pertikaian akibat perbedaan tersebut di Masjidil Haram? Lalu kenapa di negara kita sendiri settitik hal yang berbedapun dipermasalahkan bahkan mengarah untuk saling menghujat? Bahkan banyak yang mengatakanya sebagai suatu Bid`ah? Kita terlalu disibukan untuk mencari celah saudara kita sesama muslim dan lupa bagaimana Allah mengajarkan kita tentang cara menyeru ke saudara kita dengan cara yang baik. Masya Allah, betapa besarnya karunia Allah menunjukan kebesaranya melalui Ibadah Haji.

Monday 24 August 2015

MENITI JEJAK SANG PENANDAI. CINTA, SASTRA, DAN KARYANYA: DARWIS TERE LIYE



Seorang lelaki berumur + 35 tahun datang memasuki panggung acara dengan penampilan celana jeans, sepatu kets, kaos berwarna biru muda, dan topi putih menutupi kepalanya. Sosok pribadi yang sederhana itu rupanya sedang dinanti-nanti oleh ratusan orang yang memenuhi auditorium Rumah sakit Mata Sumatra Selatan demi menyaksikan kedatanganya di kota Palembang ini. Ya, ini kedua kalinya saya bertemu dengan bang Darwis Tere Liye. Seorang penulis yang sudah menerbitkan lebih dari 20 hasil karyanya dan tersebar diseluruh belahan nusantara.
Bang Tere, sebagai sapaan akrabnya, memulai pembicaraan dengan sebuah cerita. Alkisah diceritakan 3 orang sahabat yang sama-sama mengambil jurusan kedokteran di universitas terkemuka di Indonesia. Mereka tinggal di kos yang sama, kelas yang sama, hingga mereka meraih gelar dokter pada waktu yang sama. Setelah 5 tahun lamanya kebersamaan yang mereka jalin, tiba saatnya mereka untuk  mengabdikan diri dan mengamalkan ilmu ke kampung halaman mereka masing-masing. Si gadis A kembali ke kampung halamanya di Sumatra, si gadis B kembali ke salah satu kota di Sulawesi, dan si gadis C yang kembali di salah satu daerah di pulau Jawa. Saat berpisah, mereka bertiga memiliki suatu janji. Kelak beberapa tahun yang akan datang, setelah masing-masing sudah menjalani bahtera rumah tangga, mereka akan bertemu kembali untuk melepas kerinduan. Mereka akan menceritakan siapakah diantara mereka yang merawat pasien paling banyak, dan itu akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka yang berprofesi sebagai seorang dokter.
Setelah 10 tahun lamanya akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu di suatu tempat yang mereka janjikan. Ini adalah saatnya ketiganya menceritakan kuseksesan mereka sebagai seorang dokter. Si gadis A mulai bercerita, bahwa dengan pemahaman ilmunya yang sangat baik, ia dapat mendirikan klinik pribadi di kotanya. Kliniknya tidak pernah sepi dari pasien. Semua warga berbondong-bondong untuk berobat kepadanya, bahkan ia memberikan pengobatan gratis bagi warga yang kurang mampu. Selama kurang lebih 10 tahun ini, hampir 1.500 pasien yang sudah ditanganinya. Jumlah yang tentunya membanggakan baginya. Lalu si gadis B menceritakan pengalaman pribadinya. Berbekal pengalaman organisasi yang ia geluti selama di bangku kuliah, hatinya tergerak untuk menjadi sukarelawan bencana alam yang terjadi pada beberapa tempat di Indonesia. Setiap tahunya, ia disibukan dengan membantu para korban bencana alam di seluruh belahan nusantara. Hingga total pasien yang ia tangani sudah melebihi 1.600 pasien. Suatu prestasi yang luar biasa tentunya. Kedua sahabatnya berdecak kagum atas prestasi yang ia raih. Kemudian si gadis C mulai menceritakan pengalamanya selama 10 tahun ini. Awalnya ia merasa malu karena prestasi yang ia raih tidak sehebat dari kedua sahabatnya. 
Disaat kedua sahabatnya memiliki kesempatan besar untuk mengamalkan ilmunya pada masyarakat, justru diawal kariernya Allah memberikanya berbagai macam ujian. Ibunya sakit keras dan perlu perawatan intens. Lantaran si gadis C merupakan anak satu-satunya yang berkarier di bidang kedokteran, ibunya hanya ingin dirawat oleh anaknya sendiri. Akhirnya ia tidak memiliki kesempatan untuk membuka praktek seperti layaknya dokter yang lain. Ketika si ibu pulih, Allah memberikan ujian dengan penyakit suaminya yang tak kunjung sembuh. Ia harus merawat suaminya seperti ia dulu merawat ibunya. Hingga akhirnya waktunya banyak ia habiskan hanya  untuk merawat ibu dan suaminya hingga beberapa tahun lamanya. Ada rasa kesal dan kecewa kenapa semua ini terjadi pada dirinya. Kedua sahabatnyapun amat sangat menyayangkanya. Namun, rupanya ia belum selesai bercerita. Selama si gadis C menghabiskan waktu untuk merawat ibu dan suaminya, ternyata ia tidak pernah luput untuk menulis hasil pengalaman medisnya yang ia tuangkan kedalam blog. Ia menulis berbagai macam tips dan resep untuk mengobati segala macam penyakit dan bagaimana merawat anak. Ia tak berhenti berkarya dengan segala kondisi keterbatasan yang ia alami saat ini. Ia tulis semua hasil pengalamanya ketika merawat ibu dan suaminya, bahkan pengalaman-pengalamanya selama ia mengasuh anak. Hingga pada akhirnya seorang blog walker meliriknya dan meminta si C untuk membuat buku. Selang beberapa bulan, diterbitkanlah buku si C tersebut dan rupanya bukunya menjadi buku terlaris hingga tercetak lebih dari beberapa ribu eksempelar. Seketika kedua sahabatnya terkejut dan tidak menyangka sebelumnya. Ternyata dialah yang menulis beberapa buku yang sering mereka jadikan referensi selama berkarier. Tidak dipungkiri lagi, justru si C lah yang paling banyak mengobati pasien melalui buku-buku yang ia tulis. Allah maha adil bukan?
Sebenarnya, hakikat dari menulis adalah segala sesuatu yang kita alami maupun kita miliki dituangkan pada sebuah tulisan yang nantinya akan bermanfaat bagi banyak orang. Itulah mengapa setiap cerita memberikan nuansa yang berbeda-beda, karena setiap orang memiliki persepsi masing-masing dan pengalaman yang tidak serupa. Inspirasi menulispun bisa muncul dari mana saja. Bahkan hal yang selama ini banyak terabaikan orangpun, bisa menjadi sumber inspirasi dalam menulis. Prinsipnya hanya satu, lakukanlah yang terbaik, maka kesuksesan akan datang dengan sendirinya.
Menulis bukan semata berorientasi pada tulisan yang dipublikasikan lalu menjadi buku. Atau menulis hanya sekedar untuk menjadi terkenal. Menulis merupakan proses dimana si penulis memiliki beribu-ribu motivasi terbaik. Maka apabila salah satunya tumbang, ia masih memiliki motivasi yang lain untuk terus menulis. Kenapa harus seperti itu? Karena tidak pernah lahir seorang penulis dalam satu malam, diperlukan proses untuk selalu konsisten dan seberapa produktifkah kita dalam menulis. Tidak masalah nantinya akan menjadi pajangan semata, atau Tuhan berkehendak lain untuk membuat tulisanmu menjadi sebuah buku. Walaupun sejatinya banyak orang yang ingin tulisanya bisa dibaca oleh semua orang. Oleh karena itu, ada beberapa tips untuk penulis awal yang bercita-cita untuk membuat buku, namun masih bingung ingin menulis apa,:
Pertama, belajar untuk konsisten menulis. Berjanjilah untuk menulis 1000 kata perhari secara terus menerus hingga hari ke 180.
Kedua, pilah-pilih hasil tulisanmu yang berjumlah 180 itu dengan mengolompokanya berdasarkan tema yang sama.
Ketiga, tema yang sekiranya paling banyak kita tulis itulah yang nantinya kita olah untuk diajukan pada penerbit.
Keempat, nikmati saja prosesnya. Penulis setenar Tere Liye saja memiliki beribu tulisan yang tidak ia terbitkan, dan akhirnya hanya sekedar menjadi pajangan di laptopnya. Tidak ada kata menyangkan, karena esensi menulis terdapat pada prosesnya, bukan hasilnya.
Apabila pepatah cina mengatakan, waktu terbaik menanam pohon adalah 20 tahun yang lalu, dan waktu terbaik kedua adalah hari ini. Tidak ada kata terlambat untuk berubah lebih baik. Tidak ada kata terlambat untuk menulis. Kita memilih untuk terlambat atau tidak sama sekali? Ballighu anni walau aayah. Sampaikan padaku walau seayat. Tulislah segala sesuatu bermanfaat walaupun satu ayat/ kalimat. Sekian :)

Thursday 11 June 2015

TEKNIK LUAR BIASA MENDIDIK ANAK UNTUK INDONESIA HEBAT


TEKNIK LUAR BIASA DAN ANDA HARUS MENCOBA!

     Semalam saya baru saja dibuat haru oleh anak-anak komplek dimana saya tinggal. Ceritanya begini, setiap  Senin-Jumat saya dan suami selalu berangkat kerja dari jam 6 pagi sampai jam 6 petang kami baru tiba di rumah. Padatnya waktu di luar rumah membuat kami hanya sempat membersihkan pekarangan rumah setiap Sabtu/Minggu. Tapi, karena rumah kami belum berpagar akhirnya anak-anak seringkali bermain di pekarangan dan SELALU saja meninggalkan SAMPAH.
 Saya pernah menegur pada beberapa anak yang kebetulan sering belajar di rumah saya,

 “Nak kalo maen di halaman kami jangan buang sampah sembarangan ya, kasih tau sama teman-teman yang lain”ujarku sambil tersenyum mengingatkan.

“Iya us, nanti saya sampaikan ke teman-teman, tapi biasanya yang sering mengotori itu si ini si itu us..” dan kesimpulanya adalah tidak ada anak yang berani mengakui perbuatanya.

       Saya mengiyakan saja, dan berharap besok sudah tidak ada lagi sampah yang bertebaran di sekitar halaman rumah kami. Keesokanya saya cek lagi halaman rumah, masih TETAP dengan sampah-sampah mentereng asik di pekarangan rumah. Saya mulai naik pitam
Usai Shalat Maghrib, saya menyiapkan kertas, spidol warna-warni, kotak susu bekas, dan kertas kado untuk merencanakan aksi terbaru saya agar mereka jera. Saya buat tulisan besar-besar yang bertuliskan “DILARANG BUANG SAMPAH SEMBARANGAN!!!” dengan tanda seru tak terhingga sebagai ancaman terakhir bagi mereka. Namun, saya mulai berfikir hal itu justru membuat anak-anak tidak akan pernah singgah di halaman kami lagi. Bukankah saya hanya ingin mengajarkan mereka akan kesadaran diri dan tanggung jawab?
       
        Lalu akhirnya tulisan tersebut saya ganti dengan tulisan,
 “SELAMAT BERMAIN ANAK-ANAK. JAGA KEBERSIHAN TEMPAT KALIAN BERMAIN YA..BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA. KALAU TEMPAT BERMAIN KALIAN KOTOR, MAKA RUMPUT-RUMPUT AKAN MENANGIS ”.

    Saya bagi tulisan tersebut dalam 4 potongan kertas besar. Setelah itu saya buat kado dari kotak susu bekas yang saya isi dengan beberapa permen saya yang saya belih di warung sebelah. Kado tersebut saya tuliskan,
 “AMBIL HADIAH DI DALAM KOTAK JIKA KALIAN MENJAGA KEBERSIHAN”. 

     Keesokan harinya saya letakan kertas dan kado tersebut di sudut halaman rumah. Suami saya hanya cengar-cengir melihat tingkah konyol saya dan menduga pasti tidak ada perubahan apa-apa dari masalah ini.
       
        Ketika pulang sore hari, saya dibuat tercengang dengan keadaan rumah yang sangat berbeda dari sebelumnya. Saya melihat halaman rumah benar-benar bersih, bahkan rumput-rumput liar disekitarnya sudah ada yang membersihkan! Tentunya sudah tidak ada lagi satupun sampah yang mejeng disana. Saya menduga pasti ini perbuatan anak-anak. dan ternyata benar. Di depan rumah saya sudah terpampang kertas yang bertuliskan,
“USTADZAH KAMI SUDAH MEMBERSIHKAN TEMPAT USTADZAH. KAMI MENYAPU TERAS DAN MEMBERSIHKAN RUMPUT. DARI SISKA, SELA, WAWA, AIRA, DLL”

         Seketika saya speechless karena merasa terharu dengan perubahan baik dari anak-anak tersebut. Saya buka kotak kado yang saya isikan permen tadi, ternyata sisanya tinggal 5 biji. ALHAMDULILLAH. Dari kejauhan mereka melihat kami dari kejauhan. Saya panggil mereka dan saya peluk mereka satu persatu.

         Pesan Moral:
Merubah perilaku anak sama halnya dengan menemukan mutiara di dalam karang. Mereka memerlukan respon positif dari seorang pendidik, bagi pendidik di lingkungan terkecilnya (keluarga) maupun lingkungan yang lebih besar seperti sekolah dll. Mengarahkan mereka tidak perlu dengan meluapkan emosi negatif dan terus-menerus menyeru dengan perkataan “JANGAN” tanpa adanya pemahaman mendalam mengapa hal tersebut tidak perlu dilakukan. Anak tak lain berbeda dengan manusia pada umumnya yang memiliki HATI untuk menelaah keinginan kita. Sampaikan dengan kalimat positif dan reinforcement yang menyenangkan seperti memberi reward kepada mereka. Saya rasa anak-anak Indonesia akan berkembang lebih baik jika kita mendidik mereka dengan kasih sayang. Semoga bermanfaat J